Pages

Search Here

Bumi Kelana: Ulasan acara 'Hudan Menafsir Lanang'

bumikelana
http://groups.yahoo.com/group/Apresiasi-Sastra/message/50538

Tulisan ini adalah ulasan acara 'Hudan Menafsir Lanang' pada tanggal 13 November 2008 di Newsium, Jl. Veteran Jakarta..

Semulanya, secara pribadi, saya tidak berharap banyak dari segala jenis award sastra, terlebih lagi di saat saya merambahi dunia (sastra) internet yang ternyata sarat dengan ide-ide segar dan bebas (bukan liar). Hal yang dianggap 'kiri' oleh sastra 'formal' yang meng'kanan'kan diri mereka sendiri. Feodalisme keblinger..

Ini adalah prasangka pribadi berdasarkan pengalaman sebelumnya: di saat ada sesuatu yang begitu menggelegar, apalagi dikatakan hebat dan dahsyat, saya seakan diingatkan untuk bersiap-siap patah hati. Dan novel Lanang, adalah salah satu yang saya lebih suka rasakan saja lebih jauh melalui diskusi, ketimbang masuk ke dalam pembacaannya. Di tengah gonjang-ganjing kerja akhir tahun, saya lebih memilih tidur dan puisi sebagai jeda..

Kehadiran saya di malam itu lebih dikarenakan Hudan Hidayat sebagai pembicara. Pertanyaan di benak saya: apa yang akan dikatakannya? Seringkali saya 'menolak' pada akhirnya bukan karena tak suka atau anti, melainkan karena saya tak melihat sisi lain. Sesuatu yang lebih sering terjadi tanpa sadar..

Hudan Hidayat adalah salah seorang yang mampu melihat sisi lain itu tanpa menghakimi. Keterbukaannya untuk menerima setiap sisi tanpa terbeban umbang-ambing, sekaligus keberaniannya untuk angkat bicara di tengah-tengah fenomena feodalisme sastra Indonesia, berhasil buat saya lebih memperhatikan kata-katanya. Seseorang ini tiada menumbalkan sesiapa, kecuali dirinya sendiri..

Maka hadirlah saya..
Maka saya bacalah novel Lanang..
Maka saya berhenti sebentar di terminal yang jamak:
pisau berlabel sastra di atas nadi sastra Indonesia..

Saya pungut kembali imajinasi yang dianggap sampah..

Novel Lanang ini cukup memukau bagi mereka yang bersedia untuk lebih teliti dan berimajinasi. Keletihan pada plot cukup impas justru di bagian endingnya. Yang lainnya, berpulang ke pendapat pembaca..

Di malam itu, Hudan Hidayat gagal meledakkan novel Lanang secara dahsyat dan hebat dalam diri saya. Tetapi ia berhasil menunjukkan, betapa kekinian itu semakin menunjukkan:
"Sastra Indonesia semakin binar"

Bagaikan teguran halus, saya mestinya berterimakasih kepada para penganut feodalisme sastra formal yang meng'kanan'kan diri itu, karena bersedia menjadi lembaran hitam. Kanvas tempat Masa melukis beribu bintang dan setunggal purnama..

Selamat untuk Yonathan Rahardjo dan Hudan Hidayat.. :)

No comments: