Pages

Search Here

Sugiarti: Jurnal Ilmiah PERTAUTAN ANTARA ASPEK INTELEKTUAL DAN MISTIS DALAM NOVEL LANANG KARYA YONATHAN RAHARDJO

Jurnal Ilmiah, Litera
Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya
Universitas Negeri Yogyakarta 2014

PERTAUTAN ANTARA ASPEK INTELEKTUAL DAN MISTIS
DALAM NOVEL LANANG KARYA YONATHAN RAHARDJO

Sugiarti
FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
email: atika_umm@yahoo.co.id


http://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/view/2583

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pertautan aspek intelektual dan mistis dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif–fenomenologis dengan prinsip-prinsip metode analisis isi kualitatif untuk memahami pesan teks secara deskriptif. Sumber data adalah novel Lanang karya Yonathan Rahardjo dan ditunjang data hasil wawancara dengan pengarang. Data dalam penelitian ini adalah sekuen cerita yang memiliki relevansi dengan tujuan penelitian serta informasi-informasi penting yang diperoleh dari hasil penelusuran pustaka. Hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, pertautan aspek intelektual memberikan kesadaran bahwa kecanggihan teknologi mampu mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi hal mungkin, seperti rekayasa bioteknologi kehewanan. Kedua, pertautan aspek mistis bersumber pada keyakinan tradisi daerah setempat yang tidak masuk akal dan penuh dengan keanehan, tetapi masih diyakini.

Kata kunci: aspek intelektual, aspek mistis, rekayasa genetika

THE CONNECTION BETWEEN THE INTELLECTUAL AND MYSTICAL ASPECTS IN LANANG, A NOVEL BY YONATHAN RAHARDJO

Abstract

This study aims to describe the connection between the intellectual and mystical aspects in Lanang, a novel by Yonathan Rahardjo. It employed the qualitative phenomenological approach using principles in qualitative content analysis to understand text messages descriptively. The data sources were Lanang and the results of interviews with the author. The data comprised the story sequence relevant to the research objectives and important information obtained from literature review. The findings are as follows. First, the intellectual aspect stimulates awareness that the technology sophistication is capable of changing what is impossible into what is possible, such as animal biotechnology engineering. Second, the mystical aspect originates from beliefs in a local tradition that may be illogical and full of weirdness but people still believe them. Keywords: intellectual aspect, mystical aspect, genetic engineering

 PENDAHULUAN

Sastra  merupakan  cerminan  sosial yang banyak mengungkapkan peristiwa peristiwa  yang  ada  dalam  masyarakat. Begitupula dengan novel yang seringkali menceritakan  liku-liku  kehidupan  manusia  yang  terjadi  dalam  realita.  Sastra tidak dapat dilepaskan dengan peristiwa realitas  sosial.  Sastra  menyatu  dengan realitas  sosial  sesuai  dengan  kehendak pengarang.  Pengarang  memiliki  cara tersendiri dalam menggambarkan realita dalam bentuk karya sastra (novel).

Pandangan/pemikiran  pengarang  akan  mewarnai realitas peristiwa yang dihadirkan dalam karya. Demikian pula pengarang dalam  melakukan  proses  kreatif  akan dipengaruhi  sesuatu  yang  mempribadi dalam dirinya serta kecermatannya dalam melihat,  mendengar,  merasakan,  serta menghayati  sesuatu  yang  terjadi  dalam realitas. Oleh karena itu, tidak salah jika pengarang dalam mengungkapkan proses kreatif dalam bentuk novel telah mampu menghasilkan sesuatu yang lengkap dan menyeluruh  atas  peristiwa  yang  terjadi dalam masyarakat. Pada dasarnya, seluruh  kejadian  dalam  karya,  bahkan  juga karya-karya  yang  termasuk  ke  dalam genre yang paling absurd pun merupakan prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan seharihari (Ratna, 2013:35).

Masalah munculnya sebuah karya sastra besar tidak lain adanya latar belakang sosial  yang  mendukung  karya  tersebut. Karya sastra ini sangat berhubungan kuat dengan  pengaruh  latar  belakang  sosial pengarang,  seperti  gagasan-gagasan, ide-ide, dan aktivitas-aktivitas pengarang
yang menjadi struktur dalam karya sastra dalam  bentuk  pandangan  dunia.  Maka dari  itu,  setiap  karya  sastra  memiliki asal-usul penciptaan yang biasa dikenal dengan genetik. Saraswati (2003:10) mengatakan,  karya  sastra  itu  mempunyai asal-usulnya  (genetik)  di  dalam  proses sejarah suatu masyarakat.

Menurut Durkheim, sastra berfungsi memberikan pengalaman kepada anggota masyarakat akan adanya sebuah realitas yang melampaui batas-batas dunia pengalaman langsung individual (Faruk, 2013: 6). Namun demikian sastra juga mengungkap sesuatu yang tidak dapat dirasionalkan oleh pikiran manusia. Sesuatu yang mistis  seringkali  diungkapkan  pengarang dengan pemahaman bahwa dalam kebudayaan masyarakat antara ada dan tiada tidak dapat dipisahkan.

Pengarang sebagai penghadir sastra selalu berpikir keras untuk merenungkan sesuatu yangterjadi dengan mengkaitkan dirinya bersama masyarakat.Sebagai  ciri  khas  kehidupan  sosial interaksi menandai hubungan antara seniman dengan latar belakang sosialnya. Tipe hubungan seniman dengan masyarakat, seperti juga para ilmuwan, pada dasarnya sama dengan pola-pola hubungan sosial yang lain. Pola-pola hubungannya tidak ditentukan oleh status sebagai seniman atau ilmuwan, melainkan oleh jaringan peranan,  jaringan  hubungan  sebagai  aspekaspek dinamis status tersebut (Ratna, 2013: 76).  Struktur  sosial  ditentukan  melalui interaksi  sosial,  perangkat  sistem  simbolis, sistem peranan dan harapan, yang kemudian dikonstruksikan ke dalam polapola institusionalisasi, bukan sebaliknya. Karya  sastra  adalah  respons-respons interaksi sosial melalui personalitas seniman,  bukan  di  dalam  personalitas  seniman (Ratna, 2013:77).

Pengarang dalam menciptakan karya sastra selalu akan dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya masyarakat, pemikiran serta ekspresi pengarang. Nilainilai dalam karya sastra merupakan hasil
ekspresi dan kreasi estetik sastrawan yang ditimba  dari  kebudayaan  masyarakatnya.  Persoalan  kebudayaan  tidak  dapat dilepaskan  dengan  perkembangan  ilmu pengetahuan  dan  teknologi.  Pola  pikir pengarang akan mengikuti perkembangan Ipteks. Ipteks dapat memperngaruhi pemikiran pengarang dalam menghasilkan karya sastra. Yonathan Rahardjo sebagai pengarang mersepon Ipteks sebagai inspirasi dalam pembuatan karya sastra. Hal  ini  disadari  bahwa  perkembangan teknologi secara khusus bioteknologi telah menyatu  dengan  pola  pikir  masyarakat yang menekuni bidang tersebut. Rekayasa bioteknologi akan memunculkan produk pikiran manusia yang nyata. Produk tersebut  bagi  kehidupan  masyarakat  dapat berdampak positif maupun negatif.

Dampak positif perkembangan teknologi  akan  bermanfaat  bagi  manusia,  sedangkan  dampak  negatif  akan  berpengaruh  signifikan  pada  kehidupan  manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam novel Lanang berupaya untuk mengemukakan keduanya dalam sebuah  pilihan  untuk  dipikirkan. Akan tetapi  kenyataannya  mereka  terkadang memilih hal-hal yang tidak rasional (mistis) untuk kepentingan dirinya di satu sisi dan rasional di sisi lain. Sisi-sisi tersebut merupakan  sebuah  pertautan  yang  dipadu sehingga menjadi narasi cerita yang menarik.

Menurut Roland Barthes (dalam Rafiek, 2010:103) mitos dapat hidup dalam suasana tindakan revolusioner dengan cara berkhayal. Oleh karena itu memiliki karakter  sadar  diri  dari  fisiknya  yang  kaku, bercampur baur dan sederhana sehingga secara  terbuka  mempengaruhi  perilaku
intelektual dengan pondasi-pondasi politis.  Sesungguhnya  mitos  dalam  sastra selalu  berkembang  karena  kreativitas pengarang. Antara intelektual dan yang mistis  terkadang  sulit  untuk  dibedakan
secara jelas.Sastra mampu merekam yang intelektual dan mistis dan menyandingkannya  sehingga  menjadi  sesuatu  yang menarik. Mitos ini tidaklah dapat digambarkan  melalui  objek  pesannya,  tetapi melalui cara pesan tersebut.

Kenyataannya, pengetahuan yang terkandung  dalam  sebuah  konsep  mistis adalah pengetahuan yang rancu dan kabur,  terdiri  atas  berbagai  asosiasi  tanpa bentuk.  Konsep  sama  sekali  bukanlah
esensi abstrak dan murni. Mistis adalah pemadatan tanpa bentuk, tidak stabil dan samar  yang  kesatuan  dan  koherensinya sangat tergantung pada fungsinya (Rafiek, 2010:106). Dalam mitos tidak menyembunyikan dan tidak memamerkan apapun.Mitos mampu membuat konsep yang dimaksudkan  menjadi  lebih  menarik  dan menggugah.  Dengan  demikian  dapat dikatakan  bahwa  sesuatu  yang  mistis akan  mampu  mempengaruhi  seseorang untuk berpikir dengan cara yang berbeda dengan mengkaitkan sesuatu yang ada di luar rasio manusia.

Mistisisme adalah kepercayaan bahwa kebenaran tertinggi tentang realitas hanya dapat diperoleh melalui pengalaman intuitif  suprarasional,  bahkan  spiritual,  dan bukan  melalui  akal  (rasio  atau  reason) logis belaka. Mistik atau mistisisme merupakan  paham  yang  memberikan  ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang
tertentu saja, terutama sekali penganutnya (Gabiz, 2013:2).

Kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia seringkali hanya dipahami tidak lebih dari sebuah konstruksi suatu kolektivitas tertentu, bukan sesuatu yang  berbasis  pada  kenyataan  material
yang bersifat tetap dan niscaya. Semuanya menjadi  tidak  lebih  dari  sebuah rule  of the game. Begitu juga kesastraaan. Segala bangunan  konseptual  dan  pemaknaan mengenai kesastraan, segala pembedaan yang  diberikan  antara  sastra  dengan bukan  sastra,  antara  fakta  dengan  fiksi,
antara sastra tinggi dengan sastra rendah, dan sebagainya, bukanlah bangunan yang kokoh, yang berdiri di atas fondasi fisik yang bersifat tetap dan niscaya, melainkan  di  atas  sebuah  bangunan  mental  yang ringkih, labil, mudah dan dapat berubah, dan  bahkan  dapat  mengandung  kepentingan  sepihak  dari  seseorang  ataupun sekelompok orang ( Faruk, 2013:7).

Pada perspektif sosial budaya bangunan  kesastraan  selalu  terkait  dengan  bangunan  material  dan  immaterial  yang memberikan pengaruh cukup signifikan. Bangunan  tersebut  terkadang  menjadi
ajang pertaruhan bagi sebagian masyarakat untuk  menyampaikan  sebuah  ideologi dan  atau  kepentingan-kepentingan  tertentu. Hal ini terjadi karena persoalan kehidupan semakin komplek dan perkembangan zaman selalu berubah mengikuti perubahan waktu.

Derajat rasionalitas yang tinggi merupakan  tanda  perkembangan  globalisasi masyarakat modern. Dalam artian kegiatan-kegiatan  terselenggara  berdasarkan nilai-nilai dan pola-pola yang objektif (impersonal) dan efektif (utilitarian)daripada yang  sifatnya  primordial,  seremonial atau tradisional. Derajat rasionalitas yang tinggi itu digerakkan oleh perkembanganperkembangan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali disebut sebagai kekuatan pendorong (driving force) bagi proses modernisasi. Dengan derajat rasionalitas yang tinggi itu, maka berkembang antara lain ciri-ciri yang kurang lebih berlaku  umum  yaitu  tindakan-tindakan sosial, orientasi terhadap perubahan dan berkembangnya  organisasi  dan  diferensiasi (Gabiz, 2013:1).

Yonathan Rahardjo mampu memadukan realitas masyarakat disajikan dalam rangkaian  cerita  yang  menarik.  Sebagai pengarang yang memiliki latar belakang pendidikan  kedokteran,  Yonathan  berhasil menciptakan novel yang multitema bahkan sebagaimana yang dikatakan oleh penyair Medy Loekito (dalam Rahardjo, 2008:  xiv)  saat  memberikan  komentar tentang novel ini.

“Membaca Lanang seakan berjalan di depan deretan etalase toko. Ada berbagai macam hal dipajang, ada yang cantik,  ada  yang  kotor.  Mulai  dari urusan  koperasi,  manajemen,  LSM, karakter  flora-fauna,  profesi  dokter hewan,  mistik,  agama,  kecelakaan, kloning  laboratorium,  peternakan,
libido,  seks,  penipuan,  pelacuran dan  lain  sebagainya.  Pada  intinya, sepenggal  bagian  hidup  ini  menjadi begitu ruwetnya di dalam Lanang. Jika dijabarkan,  mungkin  novel  ini  bisa menjadi ensiklopedia berisi berbagai pengetahuan  dan  kasus  (Rahardjo, 2008: xiv)

 Pola pikir pengarang dalam memadukan persoalan-persoalan intelektual dan mistik menyebabkan karya tersebut benarbenar  dekat  dengan  realitas  kehidupan masyarakat.  Masyarakat  pada  zaman
modern terdapat gejala untuk membuat perimbangan antara yang intelek dan yang mistik. Bagi pengarang kedua hal tersebut telah  menyatu  dengan  kehidupan  masyarakat dan gejala tersebut berlaku pada masyarakat pada umumnya. Fenomena  orang  sakit,  memang  banyak  juga dokter  yang  mampu  mengobati  orang sakit.Akan  tetapi,  kenyataanya  mereka juga masih berobat ke alternatif yang secara rasional terkadang tidak masuk akal, namun mereka meyakininya.

Penulis meyakini bahwa proses kreatif terjadi karena terjadi kegelisahan akan sesuatu tentang persoalan kehidupan. “Kegelisahan penulis sejak proses penciptaan novel Lanang adalah, novel ini merupakan sebuah novel genre multidimensi pertama di  dunia  karya  bangsa  Indonesia  yang
bakal  menggoncang  dan  mengukuhkan keberadaan  pembaca  sebagai  makhluk kompleks dan multidimensi dalam hubungan dengan diri sendiri, sesama manusia,  makhluk  lain  dan  sistem-sistem yang ada”. Penulis yakin bahwa pembaca memiliki  horizon  yang  cukup  memadai
sehingga  berdampak  pada  resepsi  atas karya yang telah dibaca (Rahardjo, 2013: 5)

Dalam  proses  pembacaan  itu,  pembaca akan menemukan diri sendiri dengan nilai-nilai  mikro,  menengah  dan  makro yang mempengaruhinya. Pada gilirannya pembaca secara jujur melakukan segala sesuatu secara mikro, menengah dan makro berdasar kemurnian pertimbangan dan hati nuraninya. Pembacaakan mendapatkan manfaat lain yang berkelanjutan dan  terus-menerus.  Novel  genre  multidimensi ini menjadi kegelisahan penulis untuk terus mencipta tulisan-tulisan novel
yang lain seperti yang sudah terbit novel “Taman  Api”  dan  “Wayang  Urip”  yang semuanya  senantiasa  penulis  evaluasi guna  tidak  berhentinya  proses  kreatif (Rahardjo, 2013:5)

Melihat realitas dalam sastra yang dituangkan dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo maka masalah yang diteliti mencakup  dua  hal  yaitu:  (1)  pertautan aspek  intelektual  dalam  novel Lanang karya  Yonathan  Rahardjo;  (2)  pertautan aspek mistis dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo. Kedua aspek ini menjadi penting yang dapat digunakan untuk melihat proses kreatif pengarang dalam menghasilkan karya sastra di satu pihak dan melakukan telah teks di pihak lain.

No comments: