Jurnal Ilmiah, Litera
Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya
Universitas Negeri Yogyakarta 2014
PERTAUTAN ANTARA ASPEK INTELEKTUAL DAN MISTIS
DALAM NOVEL LANANG KARYA YONATHAN RAHARDJO
Sugiarti
FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
email: atika_umm@yahoo.co.id
http://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/view/2583
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pertautan aspek intelektual dan mistis dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif–fenomenologis dengan prinsip-prinsip metode analisis isi kualitatif untuk memahami pesan teks secara deskriptif. Sumber data adalah novel Lanang karya Yonathan Rahardjo dan ditunjang data hasil wawancara dengan pengarang. Data dalam penelitian ini adalah sekuen cerita yang memiliki relevansi dengan tujuan penelitian serta informasi-informasi penting yang diperoleh dari hasil penelusuran pustaka. Hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, pertautan aspek intelektual memberikan kesadaran bahwa kecanggihan teknologi mampu mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi hal mungkin, seperti rekayasa bioteknologi kehewanan. Kedua, pertautan aspek mistis bersumber pada keyakinan tradisi daerah setempat yang tidak masuk akal dan penuh dengan keanehan, tetapi masih diyakini.
Kata kunci: aspek intelektual, aspek mistis, rekayasa genetika
THE CONNECTION BETWEEN THE INTELLECTUAL AND MYSTICAL ASPECTS IN LANANG, A NOVEL BY YONATHAN RAHARDJO
Abstract
This study aims to describe the connection between the intellectual and mystical aspects in Lanang, a novel by Yonathan Rahardjo. It employed the qualitative phenomenological approach using principles in qualitative content analysis to understand text messages descriptively. The data sources were Lanang and the results of interviews with the author. The data comprised the story sequence relevant to the research objectives and important information obtained from literature review. The findings are as follows. First, the intellectual aspect stimulates awareness that the technology sophistication is capable of changing what is impossible into what is possible, such as animal biotechnology engineering. Second, the mystical aspect originates from beliefs in a local tradition that may be illogical and full of weirdness but people still believe them. Keywords: intellectual aspect, mystical aspect, genetic engineering
PENDAHULUAN
Sastra merupakan cerminan sosial yang banyak mengungkapkan peristiwa peristiwa yang ada dalam masyarakat. Begitupula dengan novel yang seringkali menceritakan liku-liku kehidupan manusia yang terjadi dalam realita. Sastra tidak dapat dilepaskan dengan peristiwa realitas sosial. Sastra menyatu dengan realitas sosial sesuai dengan kehendak pengarang. Pengarang memiliki cara tersendiri dalam menggambarkan realita dalam bentuk karya sastra (novel).
Pandangan/pemikiran pengarang akan mewarnai realitas peristiwa yang dihadirkan dalam karya. Demikian pula pengarang dalam melakukan proses kreatif akan dipengaruhi sesuatu yang mempribadi dalam dirinya serta kecermatannya dalam melihat, mendengar, merasakan, serta menghayati sesuatu yang terjadi dalam realitas. Oleh karena itu, tidak salah jika pengarang dalam mengungkapkan proses kreatif dalam bentuk novel telah mampu menghasilkan sesuatu yang lengkap dan menyeluruh atas peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Pada dasarnya, seluruh kejadian dalam karya, bahkan juga karya-karya yang termasuk ke dalam genre yang paling absurd pun merupakan prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan seharihari (Ratna, 2013:35).
Masalah munculnya sebuah karya sastra besar tidak lain adanya latar belakang sosial yang mendukung karya tersebut. Karya sastra ini sangat berhubungan kuat dengan pengaruh latar belakang sosial pengarang, seperti gagasan-gagasan, ide-ide, dan aktivitas-aktivitas pengarang
yang menjadi struktur dalam karya sastra dalam bentuk pandangan dunia. Maka dari itu, setiap karya sastra memiliki asal-usul penciptaan yang biasa dikenal dengan genetik. Saraswati (2003:10) mengatakan, karya sastra itu mempunyai asal-usulnya (genetik) di dalam proses sejarah suatu masyarakat.
Menurut Durkheim, sastra berfungsi memberikan pengalaman kepada anggota masyarakat akan adanya sebuah realitas yang melampaui batas-batas dunia pengalaman langsung individual (Faruk, 2013: 6). Namun demikian sastra juga mengungkap sesuatu yang tidak dapat dirasionalkan oleh pikiran manusia. Sesuatu yang mistis seringkali diungkapkan pengarang dengan pemahaman bahwa dalam kebudayaan masyarakat antara ada dan tiada tidak dapat dipisahkan.
Pengarang sebagai penghadir sastra selalu berpikir keras untuk merenungkan sesuatu yangterjadi dengan mengkaitkan dirinya bersama masyarakat.Sebagai ciri khas kehidupan sosial interaksi menandai hubungan antara seniman dengan latar belakang sosialnya. Tipe hubungan seniman dengan masyarakat, seperti juga para ilmuwan, pada dasarnya sama dengan pola-pola hubungan sosial yang lain. Pola-pola hubungannya tidak ditentukan oleh status sebagai seniman atau ilmuwan, melainkan oleh jaringan peranan, jaringan hubungan sebagai aspekaspek dinamis status tersebut (Ratna, 2013: 76). Struktur sosial ditentukan melalui interaksi sosial, perangkat sistem simbolis, sistem peranan dan harapan, yang kemudian dikonstruksikan ke dalam polapola institusionalisasi, bukan sebaliknya. Karya sastra adalah respons-respons interaksi sosial melalui personalitas seniman, bukan di dalam personalitas seniman (Ratna, 2013:77).
Pengarang dalam menciptakan karya sastra selalu akan dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya masyarakat, pemikiran serta ekspresi pengarang. Nilainilai dalam karya sastra merupakan hasil
ekspresi dan kreasi estetik sastrawan yang ditimba dari kebudayaan masyarakatnya. Persoalan kebudayaan tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pola pikir pengarang akan mengikuti perkembangan Ipteks. Ipteks dapat memperngaruhi pemikiran pengarang dalam menghasilkan karya sastra. Yonathan Rahardjo sebagai pengarang mersepon Ipteks sebagai inspirasi dalam pembuatan karya sastra. Hal ini disadari bahwa perkembangan teknologi secara khusus bioteknologi telah menyatu dengan pola pikir masyarakat yang menekuni bidang tersebut. Rekayasa bioteknologi akan memunculkan produk pikiran manusia yang nyata. Produk tersebut bagi kehidupan masyarakat dapat berdampak positif maupun negatif.
Dampak positif perkembangan teknologi akan bermanfaat bagi manusia, sedangkan dampak negatif akan berpengaruh signifikan pada kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam novel Lanang berupaya untuk mengemukakan keduanya dalam sebuah pilihan untuk dipikirkan. Akan tetapi kenyataannya mereka terkadang memilih hal-hal yang tidak rasional (mistis) untuk kepentingan dirinya di satu sisi dan rasional di sisi lain. Sisi-sisi tersebut merupakan sebuah pertautan yang dipadu sehingga menjadi narasi cerita yang menarik.
Menurut Roland Barthes (dalam Rafiek, 2010:103) mitos dapat hidup dalam suasana tindakan revolusioner dengan cara berkhayal. Oleh karena itu memiliki karakter sadar diri dari fisiknya yang kaku, bercampur baur dan sederhana sehingga secara terbuka mempengaruhi perilaku
intelektual dengan pondasi-pondasi politis. Sesungguhnya mitos dalam sastra selalu berkembang karena kreativitas pengarang. Antara intelektual dan yang mistis terkadang sulit untuk dibedakan
secara jelas.Sastra mampu merekam yang intelektual dan mistis dan menyandingkannya sehingga menjadi sesuatu yang menarik. Mitos ini tidaklah dapat digambarkan melalui objek pesannya, tetapi melalui cara pesan tersebut.
Kenyataannya, pengetahuan yang terkandung dalam sebuah konsep mistis adalah pengetahuan yang rancu dan kabur, terdiri atas berbagai asosiasi tanpa bentuk. Konsep sama sekali bukanlah
esensi abstrak dan murni. Mistis adalah pemadatan tanpa bentuk, tidak stabil dan samar yang kesatuan dan koherensinya sangat tergantung pada fungsinya (Rafiek, 2010:106). Dalam mitos tidak menyembunyikan dan tidak memamerkan apapun.Mitos mampu membuat konsep yang dimaksudkan menjadi lebih menarik dan menggugah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sesuatu yang mistis akan mampu mempengaruhi seseorang untuk berpikir dengan cara yang berbeda dengan mengkaitkan sesuatu yang ada di luar rasio manusia.
Mistisisme adalah kepercayaan bahwa kebenaran tertinggi tentang realitas hanya dapat diperoleh melalui pengalaman intuitif suprarasional, bahkan spiritual, dan bukan melalui akal (rasio atau reason) logis belaka. Mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang
tertentu saja, terutama sekali penganutnya (Gabiz, 2013:2).
Kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia seringkali hanya dipahami tidak lebih dari sebuah konstruksi suatu kolektivitas tertentu, bukan sesuatu yang berbasis pada kenyataan material
yang bersifat tetap dan niscaya. Semuanya menjadi tidak lebih dari sebuah rule of the game. Begitu juga kesastraaan. Segala bangunan konseptual dan pemaknaan mengenai kesastraan, segala pembedaan yang diberikan antara sastra dengan bukan sastra, antara fakta dengan fiksi,
antara sastra tinggi dengan sastra rendah, dan sebagainya, bukanlah bangunan yang kokoh, yang berdiri di atas fondasi fisik yang bersifat tetap dan niscaya, melainkan di atas sebuah bangunan mental yang ringkih, labil, mudah dan dapat berubah, dan bahkan dapat mengandung kepentingan sepihak dari seseorang ataupun sekelompok orang ( Faruk, 2013:7).
Pada perspektif sosial budaya bangunan kesastraan selalu terkait dengan bangunan material dan immaterial yang memberikan pengaruh cukup signifikan. Bangunan tersebut terkadang menjadi
ajang pertaruhan bagi sebagian masyarakat untuk menyampaikan sebuah ideologi dan atau kepentingan-kepentingan tertentu. Hal ini terjadi karena persoalan kehidupan semakin komplek dan perkembangan zaman selalu berubah mengikuti perubahan waktu.
Derajat rasionalitas yang tinggi merupakan tanda perkembangan globalisasi masyarakat modern. Dalam artian kegiatan-kegiatan terselenggara berdasarkan nilai-nilai dan pola-pola yang objektif (impersonal) dan efektif (utilitarian)daripada yang sifatnya primordial, seremonial atau tradisional. Derajat rasionalitas yang tinggi itu digerakkan oleh perkembanganperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali disebut sebagai kekuatan pendorong (driving force) bagi proses modernisasi. Dengan derajat rasionalitas yang tinggi itu, maka berkembang antara lain ciri-ciri yang kurang lebih berlaku umum yaitu tindakan-tindakan sosial, orientasi terhadap perubahan dan berkembangnya organisasi dan diferensiasi (Gabiz, 2013:1).
Yonathan Rahardjo mampu memadukan realitas masyarakat disajikan dalam rangkaian cerita yang menarik. Sebagai pengarang yang memiliki latar belakang pendidikan kedokteran, Yonathan berhasil menciptakan novel yang multitema bahkan sebagaimana yang dikatakan oleh penyair Medy Loekito (dalam Rahardjo, 2008: xiv) saat memberikan komentar tentang novel ini.
“Membaca Lanang seakan berjalan di depan deretan etalase toko. Ada berbagai macam hal dipajang, ada yang cantik, ada yang kotor. Mulai dari urusan koperasi, manajemen, LSM, karakter flora-fauna, profesi dokter hewan, mistik, agama, kecelakaan, kloning laboratorium, peternakan,
libido, seks, penipuan, pelacuran dan lain sebagainya. Pada intinya, sepenggal bagian hidup ini menjadi begitu ruwetnya di dalam Lanang. Jika dijabarkan, mungkin novel ini bisa menjadi ensiklopedia berisi berbagai pengetahuan dan kasus (Rahardjo, 2008: xiv)
Pola pikir pengarang dalam memadukan persoalan-persoalan intelektual dan mistik menyebabkan karya tersebut benarbenar dekat dengan realitas kehidupan masyarakat. Masyarakat pada zaman
modern terdapat gejala untuk membuat perimbangan antara yang intelek dan yang mistik. Bagi pengarang kedua hal tersebut telah menyatu dengan kehidupan masyarakat dan gejala tersebut berlaku pada masyarakat pada umumnya. Fenomena orang sakit, memang banyak juga dokter yang mampu mengobati orang sakit.Akan tetapi, kenyataanya mereka juga masih berobat ke alternatif yang secara rasional terkadang tidak masuk akal, namun mereka meyakininya.
Penulis meyakini bahwa proses kreatif terjadi karena terjadi kegelisahan akan sesuatu tentang persoalan kehidupan. “Kegelisahan penulis sejak proses penciptaan novel Lanang adalah, novel ini merupakan sebuah novel genre multidimensi pertama di dunia karya bangsa Indonesia yang
bakal menggoncang dan mengukuhkan keberadaan pembaca sebagai makhluk kompleks dan multidimensi dalam hubungan dengan diri sendiri, sesama manusia, makhluk lain dan sistem-sistem yang ada”. Penulis yakin bahwa pembaca memiliki horizon yang cukup memadai
sehingga berdampak pada resepsi atas karya yang telah dibaca (Rahardjo, 2013: 5)
Dalam proses pembacaan itu, pembaca akan menemukan diri sendiri dengan nilai-nilai mikro, menengah dan makro yang mempengaruhinya. Pada gilirannya pembaca secara jujur melakukan segala sesuatu secara mikro, menengah dan makro berdasar kemurnian pertimbangan dan hati nuraninya. Pembacaakan mendapatkan manfaat lain yang berkelanjutan dan terus-menerus. Novel genre multidimensi ini menjadi kegelisahan penulis untuk terus mencipta tulisan-tulisan novel
yang lain seperti yang sudah terbit novel “Taman Api” dan “Wayang Urip” yang semuanya senantiasa penulis evaluasi guna tidak berhentinya proses kreatif (Rahardjo, 2013:5)
Melihat realitas dalam sastra yang dituangkan dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo maka masalah yang diteliti mencakup dua hal yaitu: (1) pertautan aspek intelektual dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo; (2) pertautan aspek mistis dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo. Kedua aspek ini menjadi penting yang dapat digunakan untuk melihat proses kreatif pengarang dalam menghasilkan karya sastra di satu pihak dan melakukan telah teks di pihak lain.
Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya
Universitas Negeri Yogyakarta 2014
PERTAUTAN ANTARA ASPEK INTELEKTUAL DAN MISTIS
DALAM NOVEL LANANG KARYA YONATHAN RAHARDJO
Sugiarti
FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
email: atika_umm@yahoo.co.id
http://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/view/2583
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pertautan aspek intelektual dan mistis dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif–fenomenologis dengan prinsip-prinsip metode analisis isi kualitatif untuk memahami pesan teks secara deskriptif. Sumber data adalah novel Lanang karya Yonathan Rahardjo dan ditunjang data hasil wawancara dengan pengarang. Data dalam penelitian ini adalah sekuen cerita yang memiliki relevansi dengan tujuan penelitian serta informasi-informasi penting yang diperoleh dari hasil penelusuran pustaka. Hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, pertautan aspek intelektual memberikan kesadaran bahwa kecanggihan teknologi mampu mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi hal mungkin, seperti rekayasa bioteknologi kehewanan. Kedua, pertautan aspek mistis bersumber pada keyakinan tradisi daerah setempat yang tidak masuk akal dan penuh dengan keanehan, tetapi masih diyakini.
Kata kunci: aspek intelektual, aspek mistis, rekayasa genetika
THE CONNECTION BETWEEN THE INTELLECTUAL AND MYSTICAL ASPECTS IN LANANG, A NOVEL BY YONATHAN RAHARDJO
Abstract
This study aims to describe the connection between the intellectual and mystical aspects in Lanang, a novel by Yonathan Rahardjo. It employed the qualitative phenomenological approach using principles in qualitative content analysis to understand text messages descriptively. The data sources were Lanang and the results of interviews with the author. The data comprised the story sequence relevant to the research objectives and important information obtained from literature review. The findings are as follows. First, the intellectual aspect stimulates awareness that the technology sophistication is capable of changing what is impossible into what is possible, such as animal biotechnology engineering. Second, the mystical aspect originates from beliefs in a local tradition that may be illogical and full of weirdness but people still believe them. Keywords: intellectual aspect, mystical aspect, genetic engineering
PENDAHULUAN
Sastra merupakan cerminan sosial yang banyak mengungkapkan peristiwa peristiwa yang ada dalam masyarakat. Begitupula dengan novel yang seringkali menceritakan liku-liku kehidupan manusia yang terjadi dalam realita. Sastra tidak dapat dilepaskan dengan peristiwa realitas sosial. Sastra menyatu dengan realitas sosial sesuai dengan kehendak pengarang. Pengarang memiliki cara tersendiri dalam menggambarkan realita dalam bentuk karya sastra (novel).
Pandangan/pemikiran pengarang akan mewarnai realitas peristiwa yang dihadirkan dalam karya. Demikian pula pengarang dalam melakukan proses kreatif akan dipengaruhi sesuatu yang mempribadi dalam dirinya serta kecermatannya dalam melihat, mendengar, merasakan, serta menghayati sesuatu yang terjadi dalam realitas. Oleh karena itu, tidak salah jika pengarang dalam mengungkapkan proses kreatif dalam bentuk novel telah mampu menghasilkan sesuatu yang lengkap dan menyeluruh atas peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Pada dasarnya, seluruh kejadian dalam karya, bahkan juga karya-karya yang termasuk ke dalam genre yang paling absurd pun merupakan prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan seharihari (Ratna, 2013:35).
Masalah munculnya sebuah karya sastra besar tidak lain adanya latar belakang sosial yang mendukung karya tersebut. Karya sastra ini sangat berhubungan kuat dengan pengaruh latar belakang sosial pengarang, seperti gagasan-gagasan, ide-ide, dan aktivitas-aktivitas pengarang
yang menjadi struktur dalam karya sastra dalam bentuk pandangan dunia. Maka dari itu, setiap karya sastra memiliki asal-usul penciptaan yang biasa dikenal dengan genetik. Saraswati (2003:10) mengatakan, karya sastra itu mempunyai asal-usulnya (genetik) di dalam proses sejarah suatu masyarakat.
Menurut Durkheim, sastra berfungsi memberikan pengalaman kepada anggota masyarakat akan adanya sebuah realitas yang melampaui batas-batas dunia pengalaman langsung individual (Faruk, 2013: 6). Namun demikian sastra juga mengungkap sesuatu yang tidak dapat dirasionalkan oleh pikiran manusia. Sesuatu yang mistis seringkali diungkapkan pengarang dengan pemahaman bahwa dalam kebudayaan masyarakat antara ada dan tiada tidak dapat dipisahkan.
Pengarang sebagai penghadir sastra selalu berpikir keras untuk merenungkan sesuatu yangterjadi dengan mengkaitkan dirinya bersama masyarakat.Sebagai ciri khas kehidupan sosial interaksi menandai hubungan antara seniman dengan latar belakang sosialnya. Tipe hubungan seniman dengan masyarakat, seperti juga para ilmuwan, pada dasarnya sama dengan pola-pola hubungan sosial yang lain. Pola-pola hubungannya tidak ditentukan oleh status sebagai seniman atau ilmuwan, melainkan oleh jaringan peranan, jaringan hubungan sebagai aspekaspek dinamis status tersebut (Ratna, 2013: 76). Struktur sosial ditentukan melalui interaksi sosial, perangkat sistem simbolis, sistem peranan dan harapan, yang kemudian dikonstruksikan ke dalam polapola institusionalisasi, bukan sebaliknya. Karya sastra adalah respons-respons interaksi sosial melalui personalitas seniman, bukan di dalam personalitas seniman (Ratna, 2013:77).
Pengarang dalam menciptakan karya sastra selalu akan dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya masyarakat, pemikiran serta ekspresi pengarang. Nilainilai dalam karya sastra merupakan hasil
ekspresi dan kreasi estetik sastrawan yang ditimba dari kebudayaan masyarakatnya. Persoalan kebudayaan tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pola pikir pengarang akan mengikuti perkembangan Ipteks. Ipteks dapat memperngaruhi pemikiran pengarang dalam menghasilkan karya sastra. Yonathan Rahardjo sebagai pengarang mersepon Ipteks sebagai inspirasi dalam pembuatan karya sastra. Hal ini disadari bahwa perkembangan teknologi secara khusus bioteknologi telah menyatu dengan pola pikir masyarakat yang menekuni bidang tersebut. Rekayasa bioteknologi akan memunculkan produk pikiran manusia yang nyata. Produk tersebut bagi kehidupan masyarakat dapat berdampak positif maupun negatif.
Dampak positif perkembangan teknologi akan bermanfaat bagi manusia, sedangkan dampak negatif akan berpengaruh signifikan pada kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam novel Lanang berupaya untuk mengemukakan keduanya dalam sebuah pilihan untuk dipikirkan. Akan tetapi kenyataannya mereka terkadang memilih hal-hal yang tidak rasional (mistis) untuk kepentingan dirinya di satu sisi dan rasional di sisi lain. Sisi-sisi tersebut merupakan sebuah pertautan yang dipadu sehingga menjadi narasi cerita yang menarik.
Menurut Roland Barthes (dalam Rafiek, 2010:103) mitos dapat hidup dalam suasana tindakan revolusioner dengan cara berkhayal. Oleh karena itu memiliki karakter sadar diri dari fisiknya yang kaku, bercampur baur dan sederhana sehingga secara terbuka mempengaruhi perilaku
intelektual dengan pondasi-pondasi politis. Sesungguhnya mitos dalam sastra selalu berkembang karena kreativitas pengarang. Antara intelektual dan yang mistis terkadang sulit untuk dibedakan
secara jelas.Sastra mampu merekam yang intelektual dan mistis dan menyandingkannya sehingga menjadi sesuatu yang menarik. Mitos ini tidaklah dapat digambarkan melalui objek pesannya, tetapi melalui cara pesan tersebut.
Kenyataannya, pengetahuan yang terkandung dalam sebuah konsep mistis adalah pengetahuan yang rancu dan kabur, terdiri atas berbagai asosiasi tanpa bentuk. Konsep sama sekali bukanlah
esensi abstrak dan murni. Mistis adalah pemadatan tanpa bentuk, tidak stabil dan samar yang kesatuan dan koherensinya sangat tergantung pada fungsinya (Rafiek, 2010:106). Dalam mitos tidak menyembunyikan dan tidak memamerkan apapun.Mitos mampu membuat konsep yang dimaksudkan menjadi lebih menarik dan menggugah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sesuatu yang mistis akan mampu mempengaruhi seseorang untuk berpikir dengan cara yang berbeda dengan mengkaitkan sesuatu yang ada di luar rasio manusia.
Mistisisme adalah kepercayaan bahwa kebenaran tertinggi tentang realitas hanya dapat diperoleh melalui pengalaman intuitif suprarasional, bahkan spiritual, dan bukan melalui akal (rasio atau reason) logis belaka. Mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang
tertentu saja, terutama sekali penganutnya (Gabiz, 2013:2).
Kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia seringkali hanya dipahami tidak lebih dari sebuah konstruksi suatu kolektivitas tertentu, bukan sesuatu yang berbasis pada kenyataan material
yang bersifat tetap dan niscaya. Semuanya menjadi tidak lebih dari sebuah rule of the game. Begitu juga kesastraaan. Segala bangunan konseptual dan pemaknaan mengenai kesastraan, segala pembedaan yang diberikan antara sastra dengan bukan sastra, antara fakta dengan fiksi,
antara sastra tinggi dengan sastra rendah, dan sebagainya, bukanlah bangunan yang kokoh, yang berdiri di atas fondasi fisik yang bersifat tetap dan niscaya, melainkan di atas sebuah bangunan mental yang ringkih, labil, mudah dan dapat berubah, dan bahkan dapat mengandung kepentingan sepihak dari seseorang ataupun sekelompok orang ( Faruk, 2013:7).
Pada perspektif sosial budaya bangunan kesastraan selalu terkait dengan bangunan material dan immaterial yang memberikan pengaruh cukup signifikan. Bangunan tersebut terkadang menjadi
ajang pertaruhan bagi sebagian masyarakat untuk menyampaikan sebuah ideologi dan atau kepentingan-kepentingan tertentu. Hal ini terjadi karena persoalan kehidupan semakin komplek dan perkembangan zaman selalu berubah mengikuti perubahan waktu.
Derajat rasionalitas yang tinggi merupakan tanda perkembangan globalisasi masyarakat modern. Dalam artian kegiatan-kegiatan terselenggara berdasarkan nilai-nilai dan pola-pola yang objektif (impersonal) dan efektif (utilitarian)daripada yang sifatnya primordial, seremonial atau tradisional. Derajat rasionalitas yang tinggi itu digerakkan oleh perkembanganperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali disebut sebagai kekuatan pendorong (driving force) bagi proses modernisasi. Dengan derajat rasionalitas yang tinggi itu, maka berkembang antara lain ciri-ciri yang kurang lebih berlaku umum yaitu tindakan-tindakan sosial, orientasi terhadap perubahan dan berkembangnya organisasi dan diferensiasi (Gabiz, 2013:1).
Yonathan Rahardjo mampu memadukan realitas masyarakat disajikan dalam rangkaian cerita yang menarik. Sebagai pengarang yang memiliki latar belakang pendidikan kedokteran, Yonathan berhasil menciptakan novel yang multitema bahkan sebagaimana yang dikatakan oleh penyair Medy Loekito (dalam Rahardjo, 2008: xiv) saat memberikan komentar tentang novel ini.
“Membaca Lanang seakan berjalan di depan deretan etalase toko. Ada berbagai macam hal dipajang, ada yang cantik, ada yang kotor. Mulai dari urusan koperasi, manajemen, LSM, karakter flora-fauna, profesi dokter hewan, mistik, agama, kecelakaan, kloning laboratorium, peternakan,
libido, seks, penipuan, pelacuran dan lain sebagainya. Pada intinya, sepenggal bagian hidup ini menjadi begitu ruwetnya di dalam Lanang. Jika dijabarkan, mungkin novel ini bisa menjadi ensiklopedia berisi berbagai pengetahuan dan kasus (Rahardjo, 2008: xiv)
Pola pikir pengarang dalam memadukan persoalan-persoalan intelektual dan mistik menyebabkan karya tersebut benarbenar dekat dengan realitas kehidupan masyarakat. Masyarakat pada zaman
modern terdapat gejala untuk membuat perimbangan antara yang intelek dan yang mistik. Bagi pengarang kedua hal tersebut telah menyatu dengan kehidupan masyarakat dan gejala tersebut berlaku pada masyarakat pada umumnya. Fenomena orang sakit, memang banyak juga dokter yang mampu mengobati orang sakit.Akan tetapi, kenyataanya mereka juga masih berobat ke alternatif yang secara rasional terkadang tidak masuk akal, namun mereka meyakininya.
Penulis meyakini bahwa proses kreatif terjadi karena terjadi kegelisahan akan sesuatu tentang persoalan kehidupan. “Kegelisahan penulis sejak proses penciptaan novel Lanang adalah, novel ini merupakan sebuah novel genre multidimensi pertama di dunia karya bangsa Indonesia yang
bakal menggoncang dan mengukuhkan keberadaan pembaca sebagai makhluk kompleks dan multidimensi dalam hubungan dengan diri sendiri, sesama manusia, makhluk lain dan sistem-sistem yang ada”. Penulis yakin bahwa pembaca memiliki horizon yang cukup memadai
sehingga berdampak pada resepsi atas karya yang telah dibaca (Rahardjo, 2013: 5)
Dalam proses pembacaan itu, pembaca akan menemukan diri sendiri dengan nilai-nilai mikro, menengah dan makro yang mempengaruhinya. Pada gilirannya pembaca secara jujur melakukan segala sesuatu secara mikro, menengah dan makro berdasar kemurnian pertimbangan dan hati nuraninya. Pembacaakan mendapatkan manfaat lain yang berkelanjutan dan terus-menerus. Novel genre multidimensi ini menjadi kegelisahan penulis untuk terus mencipta tulisan-tulisan novel
yang lain seperti yang sudah terbit novel “Taman Api” dan “Wayang Urip” yang semuanya senantiasa penulis evaluasi guna tidak berhentinya proses kreatif (Rahardjo, 2013:5)
Melihat realitas dalam sastra yang dituangkan dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo maka masalah yang diteliti mencakup dua hal yaitu: (1) pertautan aspek intelektual dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo; (2) pertautan aspek mistis dalam novel Lanang karya Yonathan Rahardjo. Kedua aspek ini menjadi penting yang dapat digunakan untuk melihat proses kreatif pengarang dalam menghasilkan karya sastra di satu pihak dan melakukan telah teks di pihak lain.
No comments:
Post a Comment