Pages

Search Here

Johannes Sugianto: Penyair dan Band Bandung Datang bersama Lafalisasi Lanang

Penyair dan Band Bandung Datang bersama Lafalisasi Lanang

oleh: Johannes Sugianto

Menjelang Sastra Reboan yang jatuh hari libur, 30 Juli 2008, ada rasa was-was juga dengan minimnya yang datang. Maklum, hari libur yang tidak jatuh pada Sabtu atau Minggu ini bias mengurangi minat untuk datang. Tapi komitmen untuk tetap mengadakan Sastra Reboan di setiap Rabu akhir bulan lebih mengental dibanding deg-degan itu.

Jam 14.30 sms masuk dari Matdon, penyair dari Bandung yang buku terbarunya berjudul "Kepada Penyair Anjing" (Maret 2008) "Kawan, aku dan Yopie Setia Umbara sudah di Wapres." Kedua penyair ini memang sudah komit mengisi Reboan, bahkan sempat menyatakan keingintahuannya tentang acara ini. Untung Dian Ilenk yang kakinya lagi sakit segera datang sehingga bias menemani keduanya ngobrol ditemani Yoyik Lembayung, pemain teater yang salah satu petinggi Wapres.

Reboan kali ini minus kehadiran Zai Lawanglangit yang masih bersibuk ria dengan gawean barunya dan Dedy Tri Riyadi yang sakit. Ditambah lagi juga tidak hadirnya `Suku Kulit Muka Berminyak" yang sedianya mengisi dengan musikalisasi puisi. "Hari libur yang bukan Sabtu atau
Minggu ini menjadi tantangan sendiri untuk melihat antuasias orang bersastra," kata Setio Bardono yang menjadi penerima tamu bersama Nina Yuliana sambil berjualan buku.

Tak cuma Matdon dan Yopi yang khusus datang meramaikan Sastra Reboan kemarin. Band `The Strangers" yang terdiri dari Ican (lead vocal/guitar), Gugun (guitar/vocal), Lanlan (bass/vocal), dan Nayaka (drums) juga datang dari Bandung. Band indie yang sudah merilis
albumnya berjudul "Everything Goes Automatic" ini datang jam 16.00 dan tampil di tengah acara membawakan beberapa lagunya.

Acara dimulai jam 19.30 dengan penampilan Elex Yo Ben, yang datang dengan peralatan dan crew lengkap dari Cibinong, yang mendapat sambutan cukup meriah. Dilanjutkan dengan diskusi buku penyair Banyumas, Dharmadi yang berjudul "Jejak Sajak" dengan pembahas Adri Darmaji Moko dan moderator Budi Setyawan.

Moderator yang juga penyair ini sebenarnya sudah didaulat untuk menjadi MC, yang juga dilakoninya pada Reboan Juni lalu. Sedari awal acara penampilannya cukup memukau dengan celetukan yang cerdas, kutipan puisi atau menyebut nama band rock seperti saat The Strangers
tampil. Apalagi dengan tandem yang menyegarkan, karena tak cuma masih abg tapi juga cantik, Chika yang baru kelas 1 di SMA Negeri 34, Pondok Labu.

Memang Perlu

Memasuki jam 21.00 makin banyak yang datang. Tampak Akmal N.Basrah, Nurudin yang Pabrik_T, Urip HK dan penulis muda dari milis Kemudian.com dan Bunga Matahari. Dan yang membuat semangat panitia bertambah adalah hadirnya beberapa penyair dan penggiat sastra dan seni yang baru pertama kali menyaksikan Sastra Reboan seperti Diah Hadaning, Endo Senggono yang pimpinan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Meidy Loekito, Martin Aleida dan Tino Saroengallo (Sutradara film dokumentasi "Student Movement in Indonesia").

"Sastra Reboan seperti ini memang perlu sebagai upaya nyata untuk mendekatkan masyarakat pada sastra," ujar Diah Hadaning yang terlibat obrolan asyik dengan Endo, Dharmadi dan Endo. Mbak Diah, begitu panggilannya, tampak terkesan dengan banyak pengunjung yang mencapai
100 orang dan beberapa diantaranya berdiri karena kursi telah penuh.

Penyair Badri AQT yang pengantin baru tampil memukau dengan Lafalisasi Novel `Lanang' karya Yonathan Raharjo. Kalimat demi kalimat diucapkan dengan tegas dalam intonasi yang menarik. Tak beda dengan penampilan penyair berikutnya, Matdon dan Yopi Setia Umbara yang mengaku terkesan karena bisa tampil di depan penonton yang beragam seperti di Sastra
Reboan. Diskusi novel Doni Anggoro yang berjudul `Chimera' juga mampu menyedot perhatian pengunjung. Pembahas, Hikmat Darmawan dengan moderator Sahlul Fuad.

Usai penampilan The Strangers yang membawakan beberapa lagu karya sendiri dalam bahasa Inggris, Ana Mustamin yang dikenal sebagai penulis cerpen membaca puisi karya Kurnia Effendi. Keduanya cerpenis ini berteman sejak lama, dan Kef, panggilan Kurnia Effendi pernah
mencanangkan menulis 1000 puisi.

Penyair Epri Tsaqib yang baru Jumat (25/07) lalu meluncurkan kumpulan puisinya "Ruang Lenggang" membacakan dua puisinya, selain satu musikalisasi puisi bersama grup Anak Angin yang sempat diperdengarkan dari laptop. Disusul kemudian oleh Nurdin Achmad Zacky.

Menjelang acara berakhir, penulis novel ternama Teguh Esha tampil membaca puisi. Penulis `Ali Topan Anak Jalanan" ini sempat mengatakan "Buat apa banyak sastrawan tapi tak bias menggerakkan rakyat ke arah yang benar". Lalu disusul oleh Nurdin Achmad Zacky dengan satu puisi, Sihar Ramses Simatupang dengan 2 puisi serta Arya yang baru menerbitkan buku puisi "Menggenggam Cahaya".

Elex Yo Ben menutup acara dengan tampilan dua lagunya, yang kemudian ditambah satu lagi atas permintaan penonton. Berakhirlah Sastra Reboan bulan Juli ini, menapak ke Agustus mendatang yang mengambil tema "Kemerdekaan".

Mengakhiri laporan ini, saya teringat tulisan teman yang selalu memberikan dukungan pada Sastra Reboan, Mustafa Ismail yang penyair dan cerpenis. Dalam satu tulisannya, Mustafa mengatakan soal acara yang memberikan `panggung' bagi para pecinta sastra sebenarnya tidak
tepat.

"Panggung? Mungkin memang perlu. Meskipun untuk soal panggung ini saya tidak terlalu bersepakat. Menurut saya, panggung jangan disediakan. Panggung itu harus "direbut", alias diperjuangkan sendiri oleh para penggiat sastra. Menyediakan panggung justru menjebak para penggiat sastra (pemula) ke dalam kemanjaan. Ia menjadi tidak punya daya juang untuk merebut, bahkan menciptakan panggung buat dirinya sendiri. Ia menjadi kolokan.

Bagaimana memperjuangkan dan menciptakan panggung? Hanya ada satu cara: menghasilkan karya-karya bagus, karya-karya yang menarik perhatian. Ada dua kata kunci di sini: "bagus" dan "menarik perhatian". Ini penting ditekankan. Sebab, ada karya bagus namun tidak
menarik perhatian. Karya-karya para penyair yang kerap muncul di koran-koran itu bagus-bagus, tapi belum tentu menarik perhatian. Boleh jadi, ia hanya mengulang-ulang apa yang pernah dituliskan atau "sama-sebangun" dengan karya-karya penyair lain.".

Sambil mencoba merenungkan perjalanan awal Sastra Reboan ini, saya manggut-manggut menyatakan persetujuan atas tulisan Mustafa ini. "Panggung " memang harus direbut, bukannya disediakan begitu saja bagi seorang penulis.

Silahkan merebut panggung di Reboan Agustus mendatang. Salam. (Yo)

No comments: