Pages

Search Here

Pro Kontra: Lanang di Lautan Indonesia

http://www.lautanindonesia.com/forum/index.php/topic,458.2470.html

http://www.lautanindonesia.com/forum/index.php/topic,12239.0.html

Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2377 on: July 28, 2008, 01:20:35 pm »
Reply with quoteQuote
Masih inget Lanang (karya Yonathan Rahardjo) yang sempet diomongin om pur waktu itu?

Nah, di ruang baca tempo terbaru (Koran Tempo Minggu, 27 Juli 2008) ada review-nya.
Terus ada juga cuplikan "gaya nyastra" dari novel-nya.
Nih gw ketik ulang (entah dicuplik oleh Efri Ritonga, sang pe-review, dari halaman berapa?):

Halilintar menyambar-nyambar di tengah siang hari bolong.

Lanang diserbu panah berapi dari segala penjuru para rekan, peternak, dan ahli kesehatan hewan.

Atap gedung serasa runtuh.

Lanang membara.

Auranya merah mengerluarkan asap mengepul.

Mata Lanang membelalak penuh amarah, bagai mengeluarkan api bara panas berwarna merah kekuningan. Bahkan naga liang-liong yang berarak pada setiap Hari Raya Imlek tak bisa menandingi. Kalau naga-naga kertas itu disandingkan dengan naga yang tersirat dari perangai murka Lanang saat itu, pasti akan hangus terbakar. Dan jadi abu.

Hitam.

Luruh.

Meskipun si pe-review memprotes banjir puisi tak efektif di dalam novel Lanang, dia masih berbaik hati menyebut cuplikan di atas indah.

Tapi, buat gw sih enggak, apalagi yang tentang naga liong itu!
Apa coba relevansinya naga liong sama amarahnya si Lanang?! Terus bisa terbakar pula, jadi hitam, lalu luruh?
(Knapa malah jadi ngomongin naga liong?) Huh?
Padahal, kalau bagian naga liong itu ilang, justru malah fine.

Jadi berpikir-pikir, aneh juga ya selera Dewan Juri Sayembara Novel DKJ 2006?
Masak yang kayak begituan bisa menang juara harapan kedua?
Gw jadi penasaran, apa seni (sastra) yang masuk golongan "terpuji" adalah yang norak2 kayak gitu? Huh?
(Catatan: Noraknya menurut selera gw)
« Last Edit: July 28, 2008, 01:37:23 pm by fr3d »


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2378 on: July 28, 2008, 01:42:57 pm »
Reply with quoteQuote
Lanang,...

Kemarin gue buka lagi, mo terusin baca, tapi baru beberapa baris, udah males. Gimana ya, emang gak enak sih dibacanya.

Kalo gue terapin penilaian gue ala ke Lemures, maka Lanang akan mendapat label pretensius dengan huruf P besar, diunderline dan di bold sekalian. (Rey, silakan bangga atau tersinggung, terserah lo deh,... hehehe)

Entah apa yg dilihat oleh Juri DKJ 2006. Mungkin mereka punya definisi sendiri buat sastra, yang diluar jangkauan orang-orang awam kayak kita Smiley

Buat gue udah jelas. Seni, mo dalam bentuk apapun, pasti punya 'rasa' yang akan menunjukkan bahwa ekspresi yg dipilih tersebut pas atau mengada-ada. Itu sebabnya seniman selalu bisa memilih mana yg 'nyeni' dan mana yang 'sok nyeni'.

Salam,

FA Purawan


@om pur,
Quote
Kalo gue terapin penilaian gue ala ke Lemures, maka Lanang akan mendapat label pretensius dengan huruf P besar, diunderline dan di bold sekalian. (Rey, silakan bangga atau tersinggung, terserah lo deh,... hehehe)

Entah apa yg dilihat oleh Juri DKJ 2006. Mungkin mereka punya definisi sendiri buat sastra, yang diluar jangkauan orang-orang awam kayak kita

wah kalo gitu ane bangga lha, berarti lemures ane punya kemungkinan menang donk kalo ikutan lomba DKJ Grin Grin

Eniwei, kan yang jadi pertimbangan juri bukan cuma gaya bahasa aja, siapa tauk walau gaya bahasanya cacat/pretensius, tapi plot, karakterisasi, tema, riset, greget novelnya bener-bener mumpuni.

Quote
Buat gue udah jelas. Seni, mo dalam bentuk apapun, pasti punya 'rasa' yang akan menunjukkan bahwa ekspresi yg dipilih tersebut pas atau mengada-ada. Itu sebabnya seniman selalu bisa memilih mana yg 'nyeni' dan mana yang 'sok nyeni'.

Well, ini daku sepakat jugak bos, akhirnya. Embarrassed

oh yap, dulu di tret ini, gw pernah nyebut gaya bahasa si Alk buat cuplikan 'Kael & Marina'-nya cenderung 'tidak jujur pada diri sendiri' (waktu itu gw belum kenal istilah 'pretensius' Grin), eh tauknya belakangan gw sendiri yg kena label itu.

BloodSin


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2384 on: July 29, 2008, 08:04:45 am »
Reply with quoteQuote
Ikutan nimbrung soal gaya bahasa nyastra aaah.

Penggunaan gaya bahasa nyastra tu mirip bedah plastik. Di tangan seorang ahli yang bener-bener tau bidangnya, dia akan menghasilkan keindahan yang luar biasa ngelebihin Luna Maya atau Sandra Dewi atau bahka Aiswarya Ray. Nah, kita tau ketiga nama yang gw sebutin tu memiliki rupa yang wah. Lalu bagaimana dengan Mona Lisa? Apakah Mona Lisa cantik? Mungkin, tapi nggak semua orang bisa menikmati atau menemukan 'kecantikan'-nya. Karya seni tulis tu kayak gitu, ada yang keindahannya bisa diakses dengan mudah oleh publik, ada yang cuma bisa eksklusif dinikmati oleh sekelompok orang tertentu setelah penelitian mendalam dengan kajian menyeluruh.

Sekarang pertanyaannya bagi para penulis adalah: Lu mau nulis karya tulis yang bisa dinikmati keindahannya oleh khalayak ramai, atau mau bikin karya yang super nyastra dengan gaya bahasa berbunga-bunga yang sulit dicerna oleh publik lengkap dengan risiko dicap pretentious?

Soal kutipan dari karya berjudul "Lanang", gw setuju, itu terasa super pretentious. Bikin kalimat indah nggak harus super berbunga-bunga kayak gitu. Kalimat yang singkat dan efektif tetap bisa menyampaikan keindahan/memiliki unsur estetika jika pilihan kata/diksinya pas dengan konteks.



Ah, iseng bikin satu kalimat sastra sesuai konteks protagonis yang seorang mekanik:

Matanya menurunmesinkan pelumas hati. http://erwinadriansyah.multiply.com/


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2385 on: July 29, 2008, 08:42:51 am »
Reply with quoteQuote
Quote from: BloodSin on July 28, 2008, 07:27:06 pm
ceritanya beda antar movie/anime/manganya. Cheesy

Eh iya, gw juga penasaran nih sama ceritanya death note (yang kata semua orang endingnya cacat banget itu... Cheesy).
Gw punya akses ke manga dan animenya. Nah, kira2 mendingan gw baca manganya atau nonton animenya aja? Huh?


Quote from: BloodSin on July 28, 2008, 07:27:06 pm
oh ternyata Lanang cuman juara "harapan kedua" DKJ? bukan juara 2 toh? Shocked

Kalau gak salah, di sayembara itu juara "harapan kedua" = juara 2, dan juara "harapan satu" = juara 1.

Dan kata pe-review-nya, Lanang memang power-nya digenjot ke gaya bahasanya. Plot, penokohan, setting, alur, dll, agak kurang digarap. Kalaupun ada yang unik, ya tentang science fiction-nya itu (burung-babi hutan). Kalau menurut gw, kita bisa beranggapan Lanang memang menang sayembara karena gaya bahasanya itu.


Quote from: BloodSin on July 28, 2008, 07:27:06 pm
Eniwei, gw jadi penasaran ama selera gaya bahasa lu, lu blg kan Saman gaya bahasanya keren banged. Jadi boleh donk lu ketik 2-3 paragraf gaya bahasa Saman yang menurut lu paling keren di bukunya, gw mau tauk!
(Lanang/Sang Penandai aja yg lu blg norak abis elu rela ketikin contoh paragrafnya, kalo buat Saman mah gak masalah donk? Eyebrow)

Gw sih mau2 aja.
Masalahnya, waktu itu bukunya minjem punya orang (Saman & Larung), jadi gw gak punya berkasnya. Tongue
Laspeng, Supernova, Gajah Mada, Bumi Manusia, dan sejumlah buku2 indo lain, gw juga bacanya karena hasil minjem dari punya orang/perpustakaan kampus. Koleksi buku indo gw dikit, dan mayoritasnya emang genre-nya fantasi.

Ada yang punya e-book-nya Saman dan Larung? Kalau ada, gw mau dong dikirimin, hehehe... Big Grin
« Last Edit: July 29, 2008, 08:46:51 am by fr3d »


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2389 on: July 29, 2008, 06:41:34 pm »
Reply with quoteQuote
gw baca komentar orang di goodreads ttg Lanang, pada bilang, "Lanang bukan untuk anak kemaren sore yang baru belajar sastra" Grin Grin

Itulah yg gw maksud dari kemaren-kemaren. Terkait jugak dengan omongan ewing yg ini:

Quote
Lalu bagaimana dengan Mona Lisa? Apakah Mona Lisa cantik? Mungkin, tapi nggak semua orang bisa menikmati atau menemukan 'kecantikan'-nya. Karya seni tulis tu kayak gitu, ada yang keindahannya bisa diakses dengan mudah oleh publik, ada yang cuma bisa eksklusif dinikmati oleh sekelompok orang tertentu setelah penelitian mendalam dengan kajian menyeluruh.

Well, Lanang juara kedua DKJ 2006, kurasa buku ini bolehlah diandaikan sebagai Monalisa. It's oke kalo orang gak suka sama gaya bahasanya, yang entah apapun alasannya: karena terlalu awam dengan sastra, karena terlalu pretensius, karena norak. Tapi semenjak kualitas buku ini sudah 'terbukti' di DKJ 2006, rasanya kita gak lagi berhak menilai buku ini secara serampangan tanpa pernah ngebaca langsung keseluruhan bukunya.

Jadi dengan ini gw mau menarik stempel "norak" gw sebelumnya yg ditujukan ke cuplikan Lanang, karena gw kira, gak adil menilai buku secara keseluruhan cuma dari sepenggal cuplikan itu. Dan bahkan, betapapun noraknya suatu kalimat/paragraf yang terkesan sewaktu kita baca terpisah dari bukunya, kita tetap gak layak untuk buru-buru ngasih stempel norak/pretensius. Toh bisa aja paragraf itu emang keliatan norak kalo berdiri sendiri, tapi jadi perfect/harmonis kalo berdiri di dalam bukunya, jadi satu kesatuan bersama paragraf-paragraf di keseluruhan buku.

Well intinya ginih, Monalisa emang gak cakep, tapi banyak seniman yg udah menyatakan kalo Monalisa punya aspek seni yg tinggi kan? Apakah 'gak resek' kalo ada orang buta seni yg mencak-mencak protes: "Lukisan cewek jelek gini kok dibilang masterpiece? Gw bisa gambar cewek yg jauh lebih cakep dan bahenol dari ini!"

Untuk dapat mengapresiasi suatu karya sastra sekelas Lanang (yg notabene menang di posisi kedua DKJ 2006) sejatinya dibutuhkan pengalaman, analisa mendalam, dan 'lidah' dengan kedalaman citarasa tertentu, dan ketika seseorang yg gak memenuhi satu-dua/bahkan seluruh syarat di atas dengan seenaknya ngecap norak/pretensius terhadap karya itu, relevankah komentarnya?

Maksud gw, kalo mau maen adil, jangan terlalu terburu-buru menilai segala sesuatunya dari kaca mata kita aja. BloodSin

cheppy70
Kelasi
*
Online Online

Posts: 237


View Profile Personal Message (Online)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2391 on: July 30, 2008, 05:19:40 pm »
Reply with quoteQuote
Quote from: BloodSin on July 29, 2008, 06:41:34 pm
gw baca komentar orang di goodreads ttg Lanang, pada bilang, "Lanang bukan untuk anak kemaren sore yang baru belajar sastra" Grin Grin

Ha ha ha,... gue ga bisa berenti ngakak baca komentar kayak gitu Grin Grin Grin

Karena sikap begitu memang udah lazim di kalangan seni, terutama di kalangan yang masih 'tanggung'. Pemula bukan, master jugak belum, tapi belum sadar akan ketanggungannya.

Seorang master yg bener kagak akan ngomong begitu. Sebab maestro tahu bahwa justru bila karya seninya tidak bisa nyampai ke orang-orang kemarin sore, then sesungguhnya dia belum berhasil. Liat Pramudya. Terserah orang mau bilang apa buat pribadinya, tapi tak butuh seorang yang 'pagi ini' (untuk menyebut antitesis 'kemarin sore') untuk bisa mengapresiasi karyanya.

Dan gue secara pribadi juga udah sering liat sikap kayak gitu dalam bentuk-bentuk kesenian yg lain. Memang ada sekelompok orang yang terlanjur menganggap dirinya udah 'di atas awam' dengan menggeluti suatu ekspresi seni tertentu. Entah, keterlibatan dengan seni memang sering memicu kesombongan alami tertentu dalam diri manusia. Yg lucu ya itu, kemudian muncul komentar-komentar yang sejenis yang umumnya merendahkan ke'kemaren sore'an orang lain.

Dan gue langsung tahu, yg ngomong begitu itu sembilan puluh sembilan persen biasanya justru orang-orang 'tanggung' yang sedang dalam perjalanan memahami Dunia ini dan dirinya sendiri. Dan orang-orang kayak gitu ya happens aja ada di mana-mana, bahkan dalam lembaga-lembaga tertentu Smiley

Jadi Rey, kalo menurut gue sih, jangan terlalu diambil kata-katanya secara face value. siapa tahu itu juga minjem dari orang lain Wink, yg minjem juga dari orang lain, dst.

Kalo gue, gue minjem pendapat bahwa seni akan 'sampai' ke manapun ia mengalir. Pada saat elo ketemu dengan ekspresi seni yang 'benar', maka it's unmistakable, elo gak perlu jadi seorang 'pagi ini' untuk menerimanya. Mungkin kalo kita-kita anak kemarin sore akan menyerapnya sacara global, tanpa tahu bagaimana menguraikannya menjadi aspek-aspek analisis, sebagaimana yang bisa dilakukan seorang ahli. Tapi seperti juga CINTA, elo gak perlu dikasih tahu, elo akan tahu sendiri WHEN it comes.

Quote


Itulah yg gw maksud dari kemaren-kemaren. Terkait jugak dengan omongan ewing yg ini:

Quote
Lalu bagaimana dengan Mona Lisa? Apakah Mona Lisa cantik? Mungkin, tapi nggak semua orang bisa menikmati atau menemukan 'kecantikan'-nya. Karya seni tulis tu kayak gitu, ada yang keindahannya bisa diakses dengan mudah oleh publik, ada yang cuma bisa eksklusif dinikmati oleh sekelompok orang tertentu setelah penelitian mendalam dengan kajian menyeluruh.

Ah, kalo gue memahaminya secara gak berbeda. Untuk menikmati seni, memang tetap ada prasyarat, yaitu kemampuan menerima medium yang menjadi perantara seni tersebut. Contohnya sastra, tentunya ada syarat menikmatinya, yaitu pertama bisa baca, dan kedua menguasai bahasa yang sama.

Seni lukis juga ada persyaratan selain bisa melihat dan ga buta warna, yaitu harus tahu apa-apa saja yang perlu dilihat dalam menikmati lukisan. Kalau seseorang sudah memiliki persyaratan ini, maka karya seni itu bisa dinikmatinya. Tambahan-tambahan informasi akan membuat jendela apresiasinya lebih terbuka lagi. Tapi bahwa sebuah corat-coret jelek akan terlihat jelek di matanya, biarpun orang-orang lain berusaha meyakinkan hal sebaliknya, itu sudah hukum alam dalam seni.

Maka bisa aja orang awam bilang monalisa jelek, karena simply dia belum tahu bagaimana cara menikmati seni lukis. Sebagaimana orang buta huruf akan menggunakan catatan harian bernilai tinggi sebagai kertas toilet, atau orang suku terasing menggunakan cek tunai bernilai seratus juta dollar untuk melinting rokok Shocked.

Quote
Jadi dengan ini gw mau menarik stempel "norak" gw sebelumnya yg ditujukan ke cuplikan Lanang, karena gw kira, gak adil menilai buku secara keseluruhan cuma dari sepenggal cuplikan itu. Dan bahkan, betapapun noraknya suatu kalimat/paragraf yang terkesan sewaktu kita baca terpisah dari bukunya, kita tetap gak layak untuk buru-buru ngasih stempel norak/pretensius. Toh bisa aja paragraf itu emang keliatan norak kalo berdiri sendiri, tapi jadi perfect/harmonis kalo berdiri di dalam bukunya, jadi satu kesatuan bersama paragraf-paragraf di keseluruhan buku.

Kalo saran gue sih, jgn buru-buru narik stempel norak itu untuk di cap lagi kemudian Grin Grin Grin. Udah, baca aja dulu sampai tuntas, baru kasih pendapat! He he he,.. stempelnya disimpen aja dulu. Wink

Gue udah baca sampai halaman 32 Shocked (Gosh, seorang Fapur baru baca sampai segitu??). Terus terang majunya tersendat-sendat. Abis gimana, geli sih. Baca bentar,... geli,... tarok. Ambil lagi buka lagi,... geli lagi,... tarok. Sumpah, memang novel ini tidak membuatku memunculkan reaksi alamiku yang biasa kalo gue baca buku jelek, yaitu tertidur Tongue. Reaksinya bener-bener baru, di luar kebiasaan (Heheheh, mungkin di situlah aspek 'seni' nya! Roll Eyes).

Masak, burung babi hutan adalah perkawinan genetik antara burung dengan babi hutan. Dan pemikiran ini disounding oleh seorang scientist (dalam buku ini). Dan orang-orang seniman 'pagi ini' itu berani ada mendaulat buku Lanang sebagai "Science Fiction"Huh?

Tapi iya lah, baru halaman 32, masih kemarin sore, pulak? Bisa ngomong apa, aku? Tongue

Mendingan kasih hadiah kutipan ini aja deh, salah satu yang pastinya telah membuat 'orgasme' para seniman 'pagi ini' itu. (Jangan salah, istilah orgasme adalah sebuah istilah dengan muatan seni yang luar biasa kontekstual, secara novel lanang memang diposisikan sebagai novel yang aspek seksualnya tidak dapat dipisahkan dari plot, demikian menurut komentar salah satu ahli dalam diskusi buku Lanang Smiley)

==========================
Detam-detam sepatu pada lantai beradu degam dengan degup jantung dan paru-paru kempang kuncup, membawa tubuh-tubuh itu beradu cepat keluar dari ruang, namun tertumbuk pada suara keras nyaring yang diteriakkan seorang lelaki yang tergopoh-gopoh masuk lewat pintu halaman depan.

"Celaka! Celaka!! Gawat!!! Sapi-sapi perah tak tertolong!! Seperti domino jatuh beruntun!!..."

Keringat mengucur menghujani lantai kantor koperasi.

==========================
(hal. 28-29)

Grin Grin Grin

Yo wis, ayo baca lagi,.....

Salam,


FA Purawan
Report to moderator Logged
ewingerwin
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 36

erwinadriansyah
View Profile WWW Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2392 on: July 31, 2008, 07:08:31 am »
Reply with quoteQuote
Quote
Seorang master yg bener kagak akan ngomong begitu. Sebab maestro tahu bahwa justru bila karya seninya tidak bisa nyampai ke orang-orang kemarin sore, then sesungguhnya dia belum berhasil. Liat Pramudya. Terserah orang mau bilang apa buat pribadinya, tapi tak butuh seorang yang 'pagi ini' (untuk menyebut antitesis 'kemarin sore') untuk bisa mengapresiasi karyanya.

Dan gue secara pribadi juga udah sering liat sikap kayak gitu dalam bentuk-bentuk kesenian yg lain. Memang ada sekelompok orang yang terlanjur menganggap dirinya udah 'di atas awam' dengan menggeluti suatu ekspresi seni tertentu. Entah, keterlibatan dengan seni memang sering memicu kesombongan alami tertentu dalam diri manusia. Yg lucu ya itu, kemudian muncul komentar-komentar yang sejenis yang umumnya merendahkan ke'kemaren sore'an orang lain.

Dan gue langsung tahu, yg ngomong begitu itu sembilan puluh sembilan persen biasanya justru orang-orang 'tanggung' yang sedang dalam perjalanan memahami Dunia ini dan dirinya sendiri. Dan orang-orang kayak gitu ya happens aja ada di mana-mana, bahkan dalam lembaga-lembaga tertentu Smiley

Kalo gue, gue minjem pendapat bahwa seni akan 'sampai' ke manapun ia mengalir. Pada saat elo ketemu dengan ekspresi seni yang 'benar', maka it's unmistakable, elo gak perlu jadi seorang 'pagi ini' untuk menerimanya. Mungkin kalo kita-kita anak kemarin sore akan menyerapnya sacara global, tanpa tahu bagaimana menguraikannya menjadi aspek-aspek analisis, sebagaimana yang bisa dilakukan seorang ahli. Tapi seperti juga CINTA, elo gak perlu dikasih tahu, elo akan tahu sendiri WHEN it comes.

Quote of the year!!!! Thumbs Up

Quote
Gue udah baca sampai halaman 32 Shocked (Gosh, seorang Fapur baru baca sampai segitu??). Terus terang majunya tersendat-sendat. Abis gimana, geli sih. Baca bentar,... geli,... tarok. Ambil lagi buka lagi,... geli lagi,... tarok. Sumpah, memang novel ini tidak membuatku memunculkan reaksi alamiku yang biasa kalo gue baca buku jelek, yaitu tertidur Tongue. Reaksinya bener-bener baru, di luar kebiasaan (Heheheh, mungkin di situlah aspek 'seni' nya! Roll Eyes).

Heuheuheu, emang "Lanang" karya komedi ya Om Pur? Kok kayaknya sampe segitu gelinya? Roll Eyes

Quote
==========================
Detam-detam sepatu pada lantai beradu degam dengan degup jantung dan paru-paru kempang kuncup, membawa tubuh-tubuh itu beradu cepat keluar dari ruang, namun tertumbuk pada suara keras nyaring yang diteriakkan seorang lelaki yang tergopoh-gopoh masuk lewat pintu halaman depan.

"Celaka! Celaka!! Gawat!!! Sapi-sapi perah tak tertolong!! Seperti domino jatuh beruntun!!..."

Keringat mengucur menghujani lantai kantor koperasi.

==========================

Shocked Grin Cheesy
Report to moderator Logged
Monggo, mampir dan baca cerita-cerita gw di:
http://erwinadriansyah.multiply.com/

Quote
Gue udah baca sampai halaman 32 (Gosh, seorang Fapur baru baca sampai segitu??). Terus terang majunya tersendat-sendat. Abis gimana, geli sih. Baca bentar,... geli,... tarok. Ambil lagi buka lagi,... geli lagi,... tarok. Sumpah, memang novel ini tidak membuatku memunculkan reaksi alamiku yang biasa kalo gue baca buku jelek, yaitu tertidur . Reaksinya bener-bener baru, di luar kebiasaan (Heheheh, mungkin di situlah aspek 'seni' nya! ).

Ah, doeloe waktu belom tamat baca Ledgard juga ente bilang 'di luar kebiasaan' ente yg biasanya bisa ngabisin buku walau sejelek apapun, ehh, ujung-ujungnya pas udah tamat baca malah muja-muji Ledgard Grin Grin

Tak tertutup kemungkinan hal yg sama terjadi buat Lanang, kan?

Quote
Masak, burung babi hutan adalah perkawinan genetik antara burung dengan babi hutan. Dan pemikiran ini disounding oleh seorang scientist (dalam buku ini). Dan orang-orang seniman 'pagi ini' itu berani ada mendaulat buku Lanang sebagai "Science Fiction"

Hmmm, menarik nih, sci-fi-nya related ke biologi... sama kayak lemures gw. Big Grin
Tapi ternyata sci-fi Lanang cuman tipe 'sci-fi' yg tempok hari kita ngomongin orang kawin ama kuda mentek jadi centaur gitu yak Cheesy
Well sebetulnya perkawinan antar gen binatang gitu masih memungkinkan kok bos, dulu ane pernah baca artikel biotek tentang janin kera yg dikasih gen ubur-ubur sehingga matanya jadi item legam kayak alien, cool. Thumbs Up
Tapi yak yg model gitu emang harus secara insert DNA/semacamnya lha, dan itupun cuman satu/sedikit karakteristik induk yg bisa diwarisi. Gak bakalan bisa kalo cuma pake prosedur inseminasi biasa.

Yang paling umum sih, yang masih satu filum satu kelas, kayak kuda x keledai x zebra, atau sapi x kerbau.

Well, kalo mau bikin sci fi yg 'realistis', emang mestinya persilangannya jangan terlalu jauh sampe aves dikawinin sama mamalia gitu, udah beda filum, yang ada lobangnya bakal kelonggaran ato malah gak muat. Grin Grin

Heran juga, bukannya penulis Lanang ini dokter hewan? Huh?

Quote
Detam-detam sepatu pada lantai beradu degam dengan degup jantung dan paru-paru kempang kuncup, membawa tubuh-tubuh itu beradu cepat keluar dari ruang, namun tertumbuk pada suara keras nyaring yang diteriakkan seorang lelaki yang tergopoh-gopoh masuk lewat pintu halaman depan.

gw baca paragraf ini ngernyit 3 kali, gak ngerti tiga kata: detam, degam ama kempang Cheesy

tapi thanks bos udah mau ngetikin contoh paragrafnya yang emang... ehmmf Lips Sealed
*nahan diri, nahan diri...*
Report to moderator Logged
Practice makes perfect
fr3d
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 355



View Profile Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2394 on: July 31, 2008, 09:01:34 am »
Reply with quoteQuote
Quote from: cheppy70 on July 30, 2008, 05:19:40 pm
Seorang master yg bener kagak akan ngomong begitu. Sebab maestro tahu bahwa justru bila karya seninya tidak bisa nyampai ke orang-orang kemarin sore, then sesungguhnya dia belum berhasil. Liat Pramudya. Terserah orang mau bilang apa buat pribadinya, tapi tak butuh seorang yang 'pagi ini' (untuk menyebut antitesis 'kemarin sore') untuk bisa mengapresiasi karyanya.

Kalo gue, gue minjem pendapat bahwa seni akan 'sampai' ke manapun ia mengalir. Pada saat elo ketemu dengan ekspresi seni yang 'benar', maka it's unmistakable, elo gak perlu jadi seorang 'pagi ini' untuk menerimanya. Mungkin kalo kita-kita anak kemarin sore akan menyerapnya sacara global, tanpa tahu bagaimana menguraikannya menjadi aspek-aspek analisis, sebagaimana yang bisa dilakukan seorang ahli.


SATUJU!

Quote from: cheppy70 on July 30, 2008, 05:19:40 pm
==========================
Detam-detam sepatu pada lantai beradu degam dengan degup jantung dan paru-paru kempang kuncup, membawa tubuh-tubuh itu beradu cepat keluar dari ruang, namun tertumbuk pada suara keras nyaring yang diteriakkan seorang lelaki yang tergopoh-gopoh masuk lewat pintu halaman depan.

"Celaka! Celaka!! Gawat!!! Sapi-sapi perah tak tertolong!! Seperti domino jatuh beruntun!!..."

Keringat mengucur menghujani lantai kantor koperasi.

==========================
(hal. 28-29)

Shocked

Biar gw tebak, laki-laki yang baru masuk itu pasti warga desa ya?
Gw gak yakin kalau di dunia nyata bakalan ada percakapan kayak kalimat itu!
"Seperti domino jatuh beruntun!" Wkwkwkwk! Grin
Dialog yang gak jujur banget.
Tapi, yang paling bikin geli adalah paragraf ketiga. Big Grin


Quote from: BloodSin on July 31, 2008, 08:16:32 am
udah beda filum, yang ada lobangnya bakal kelonggaran ato malah gak muat. Grin Grin

*menelengkan kepala dan mengerutkan kening*

Rey, gw masih berpikir keras kalimat itu maksudnya apaan... Huh? BloodSin
Kelasi
ewingerwin
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 36

erwinadriansyah
View Profile WWW Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2396 on: July 31, 2008, 09:07:22 am »
Reply with quoteQuote
Quote
gw baca paragraf ini ngernyit 3 kali, gak ngerti tiga kata: detam, degam ama kempang

Oke, karena sudah ada yang menyatakan kebingungannya mengenai ketiga kata di atas, nggak ada salahnya kalo kita membuka kitab suci KBBI yang teramat agung:

Detam: Tidak ada entri detam di KBBI
Alternatif yang mendekati: dentum/dentam: kedua kata tersebut sama-sama mengacu ke bunyi keras yang dihasilkan meriam

Degam: sama seperti dentum/degam, mengacu pada bunyi guruh, meriam, dsb

Kempang kuncup: Tidak ada entri kempang kuncup di KBBI
Alternatif yang mendekati: kempang, kempang-kempis: terengah-engah, turun naik (tentang dada)
Report to moderator Logged
Monggo, mampir dan baca cerita-cerita gw di:
http://erwinadriansyah.multiply.com/
BloodSin
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 974


deadly shining smile


View Profile Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2397 on: July 31, 2008, 09:12:00 am »
Reply with quoteQuote
Quote from: fr3d on July 31, 2008, 09:01:34 am


*menelengkan kepala dan mengerutkan kening*

Rey, gw masih berpikir keras kalimat itu maksudnya apaan... Huh?

umur lu harus udah di kepala 2 baru bisa ngerti kalimat itu Grin
« Last Edit: July 31, 2008, 09:15:10 am by BloodSin »

eppy70
Kelasi
*
Online Online

Posts: 237


View Profile Personal Message (Online)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2399 on: July 31, 2008, 09:42:00 am »
Reply with quoteQuote
Quote from: BloodSin on July 31, 2008, 08:16:32 am
Ah, doeloe waktu belom tamat baca Ledgard juga ente bilang 'di luar kebiasaan' ente yg biasanya bisa ngabisin buku walau sejelek apapun, ehh, ujung-ujungnya pas udah tamat baca malah muja-muji Ledgard Grin Grin

Eh,.. lo bener juga ya? Embarrassed Tapi Ledgard masih beda, lah. Gue tarok bukan karena geli, tapi karena ngantuk,... (masih konsisten sama penyakit gue, dong) hehehe,...

Quote

Tak tertutup kemungkinan hal yg sama terjadi buat Lanang, kan?

ASTAGANAGA,... (amiiiit,... amiiiit Big Grin)

Tapi you have a point Wink Let's see,... empat tahun lagi (bila diperbandingkan dengan Ledgard Grin)

Quote

Quote
Masak, burung babi hutan adalah perkawinan genetik antara burung dengan babi hutan. Dan pemikiran ini disounding oleh seorang scientist (dalam buku ini). Dan orang-orang seniman 'pagi ini' itu berani ada mendaulat buku Lanang sebagai "Science Fiction"

Hmmm, menarik nih, sci-fi-nya related ke biologi... sama kayak lemures gw. Big Grin
Tapi ternyata sci-fi Lanang cuman tipe 'sci-fi' yg tempok hari kita ngomongin orang kawin ama kuda mentek jadi centaur gitu yak Cheesy

Biologi Lemures masih sangaaaaat setia pada pakem ilmu biologi sehingga layak disebut sebagai ilmiah.

Quote
Well sebetulnya perkawinan antar gen binatang gitu masih memungkinkan kok bos, dulu ane pernah baca artikel biotek tentang janin kera yg dikasih gen ubur-ubur sehingga matanya jadi item legam kayak alien, cool. Thumbs Up
Tapi yak yg model gitu emang harus secara insert DNA/semacamnya lha, dan itupun cuman satu/sedikit karakteristik induk yg bisa diwarisi. Gak bakalan bisa kalo cuma pake prosedur inseminasi biasa.

Dan sampai sekarang pun dunia ilmiah baru mengakui pengaruh rekayasa genetika cuma bisa berlangsung pada organ eksisting, atau organ yang 'dormant'. Kagak ada tuh bisa sampai terjadi organ baru. Di novel ini, organ barunya adalah berupa sayap yang bisa 'tumbuh' keluar dari punggung. Ilmiah banget, dech, pokoke Thumbs Up

Quote
Heran juga, bukannya penulis Lanang ini dokter hewan? Huh?

Lantas emangnya kenapa? Dokter hewan sekalipun kan gak pernah secara khusus mempelajari how to make a science fiction novel?

Salam,

FA Purawan

Alpha_Serpentwitch
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 251


I'm the God of my own world

cloudjeff@yahoo.com
View Profile Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2400 on: July 31, 2008, 09:59:23 am »
Reply with quoteQuote
*geleng2*

Seorang Rey memang tidak akan pernah berubah... Cheesy Salam buat apapun yang nanti malam mampir. Big Grin

@Om Pur

wah? udah memutuskan untuk terjun ke perdebatan anak kecil disini? Berasa kembali muda loh om Grin (atau sebaliknya...makin cepet tua)

Quote
Lalu bagaimana dengan Mona Lisa? Apakah Mona Lisa cantik? Mungkin, tapi nggak semua orang bisa menikmati atau menemukan 'kecantikan'-nya. Karya seni tulis tu kayak gitu, ada yang keindahannya bisa diakses dengan mudah oleh publik, ada yang cuma bisa eksklusif dinikmati oleh sekelompok orang tertentu setelah penelitian mendalam dengan kajian menyeluruh.

Gw aja ampe skrg belum ngerti apa bagusnya lukisan2 taun jebot itu -__-. Secara pure art biasa aja, abstrak tidak, berisi konsep pun tidak... Mending liat digital art di deviantart. (Hmmm atau dibilang bagus krn itu lukisan manual? Manual emang jau lebih susah sih)

Soal bahasa nyastra dalam novel apa boleh gw bandingkan dengan membuat komik dengan gaya gambar abstrak? Gaya bahasa puitis penuh metafora cantik dalam sebuah puisi pasti di apresiasi tinggi toh? Seperti halnya ketika menilai sebuah lukisan abstrak, ketika membaca puisi, orang akan mencari 'nilai' atau 'makna' di balik karya seni itu, dan bukannya menelan bulat2 apa yang terlihat. Puisi dan lukisan abstrak keduanya memang perlu extra care untuk bisa dicerna. Jadi salahnya dimana? Buat gw sih, yang salah yang coba memasukkan 'delicate thing' seperti puisi ke dalam novel, seperti gaya abstrak ke dalam sebuah komik. Karena cara menikmatinya berbeda, ga bisa digabung begitu saja.

Quote from: ewingerwin on July 31, 2008, 09:07:22 am
Quote
gw baca paragraf ini ngernyit 3 kali, gak ngerti tiga kata: detam, degam ama kempang

Oke, karena sudah ada yang menyatakan kebingungannya mengenai ketiga kata di atas, nggak ada salahnya kalo kita membuka kitab suci KBBI yang teramat agung:

Detam: Tidak ada entri detam di KBBI
Alternatif yang mendekati: dentum/dentam: kedua kata tersebut sama-sama mengacu ke bunyi keras yang dihasilkan meriam

Degam: sama seperti dentum/degam, mengacu pada bunyi guruh, meriam, dsb

Kempang kuncup: Tidak ada entri kempang kuncup di KBBI
Alternatif yang mendekati: kempang, kempang-kempis: terengah-engah, turun naik (tentang dada)


Emm, kl begitu sering hal ky gini ditemukan, jadi apa kerjanya editor kita? Shocked Bukannya tugas mereka untuk membetulkan karya kita sesuai EYD? Trus nanya dikit, seandainya gw maksa menggunakan gaya bahasa tidak sesuai EYD (tanda baca etc) dan menerbitkan sendiri (tanpa lewat editor), apa akan ada hal yang terjadi dengan buku itu? (ditilang mungkin? karena menyalahi aturan? Cheesy) Dengan catatan pembaca fine2 aja dengan hal ini.

(mohon maaf kl ada salah bicara,)

Serpentwitch
Report to moderator Logged
http://serpentwitch.deviantart.com

http://kemudian.com/user/serpentwitch

fr3d
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 355



View Profile Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2406 on: July 31, 2008, 01:06:03 pm »
Reply with quoteQuote
Quote from: Alpha_Serpentwitch on July 31, 2008, 09:59:23 am
Emm, kl begitu sering hal ky gini ditemukan, jadi apa kerjanya editor kita? Shocked Bukannya tugas mereka untuk membetulkan karya kita sesuai EYD? Trus nanya dikit, seandainya gw maksa menggunakan gaya bahasa tidak sesuai EYD (tanda baca etc) dan menerbitkan sendiri (tanpa lewat editor), apa akan ada hal yang terjadi dengan buku itu? (ditilang mungkin? karena menyalahi aturan? Cheesy) Dengan catatan pembaca fine2 aja dengan hal ini.

Kalau setau gw, yang namanya sastra modern sekarang emang gak ada aturannya.
Jadi, kalau niatnya emang nyastra, kata2 gak baku pun bisa2 aja dimasukin ke dalam novel.
Format puisi dan prosa pun bebas.
Tentu aja pastinya bakalan dipertanyakan sama editor pas pertama kali dibaca, tapi karena hak prerogatif pengarang terhadap karya ciptaannya ya, suka2 pengarangnya lah selama dia bisa meyakinkan si editor kalau itu bagus.

Kalau nerbitin sendiri ya udah lebih bebas lagi tuh, jeff.
Yang penting kan respons pembaca secara general. Kalau mereka fine2 aja atau bahkan merasa bagus, kritik apa pun akan tinggal kritikan ompong.
Grin


Quote from: Alpha_Serpentwitch on July 31, 2008, 12:15:41 pm
ah udah ga perlu dibahas. Gw emang dr dulu engga fit ini di komunitas macem gini, sorry udah ngerusak acara, my bad.

Tuh kan, jadi berantem lagi...
« Last Edit: July 31, 2008, 01:07:52 pm by fr3d »

BloodSin
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 974


deadly shining smile


View Profile Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2411 on: August 01, 2008, 09:47:59 am »
Reply with quoteQuote
@om Pur

Bos, ini sekedar kritik & masukan tambahan dari ane buat PG ente, gara-gara ngeliat 'fenomena' orang-orang yg pada gak tamat baca PG ente cuma dengan bermodalkan alasan: "bukan tipe/selera bacaan gw" lha, "terlalu islami" lha, "settingnya terlalu ngindonesia" lha,

Bahkan sebelum beres baca bab pertama-kedua.

(Eh ini bukannya gara-gara mau bales dendam terhadap komen ente atas gaya bahasa Lemures ane yakkk, sama sekali gak ada maksud ke arah situ Tongue)

Kemaren sempet buka-buka PG lagi yg formatnya .LIT, ingin menyelami gaya bahasa ideal seorang FA Pur, dan emang yg kutemukan, adalah gaya bahasa yang 180 derajat berlawanan dengan Lanang/prolog Lemures: jauh dari kesan pretensius, dan benar-benar 'jujur sejujurnya' ala bocah ngomong blak-blakan. Smiley

Well.. dulu ane sempet bilang gaya bahasa PG yang ala teenlit itu emang sama sekali bukan seleraku (karena tipe gaya bahasaku sendiri aja udah 'sok nyastra' dan formal abiss), tapi setelah kulihat-lihat ke depannya, ternyata si Serpent yg gaya bahasa ceritanya standar pun (cenderung non-pretensius) juga gak tamat baca. Jadi kurasa, ini bukan lagi persoalan selera pembaca, tapi udah masuk ke masalah teknis.

Ah, menurutku cuma mengada-ada kalo ada pembaca yang menjadikan setting Islami/Indonesia sebagai alasan utama buat berhenti baca PG, karena sebetulnya, setting 'lokal'nya itu masih dalam taraf yg wajar--belum sampai pada taraf dakwah/propaganda untuk mengajak memeluk Islam/menjatuhkan agama-agama lain seperti novel 'religi' pada umumnya. Lagipula toh tetap ada juga pembaca Muslim yg gak beres baca PG, kan?

Menurutku kelemahan yg paling fatal di PG justru terletak pada gaya bahasa (mencakup narasi, deskripsi, sampe dialog) yang terlalu blak-blakan, terlalu jujur, polos nian apa adanya (khususnya bab awal-awalnya yang mestinya bisa dibuat se-memikat/se-elegan mungkin). Apalagi kalo sasarannya buat dewasa muda ke atas, jatuh-jatuhnya bakalan serasa baca novel teenlit betulan. Kalo sasarannya ABG pun, jelas salah strategi dengan menempatkan setting Jaka yang bertone serius sebagai prolog.

Kalo si fred bilang gaya bahasa 'pretensius' boleh diibaratkan sebagai air gula yang dikasih sirup, maka ane mau ngasih analogi gaya bahasa blak-blakan PG itu kayak sepiring nasi putih polos tanpa sedikitpun bumbu/lauk pauk (ehmm, metaforanya kurang pas nih Tongue). Gak bisa juga sih dibilang 'hambar/steril', karena emang ada beberapa paragraf/dialog PG yg emosinya kentara dapet/atau malah cenderung 'keasinan', hueheheh.

Tapi sebagai pembaca, ane sebetulnya mengharapkan penulis (apalagi yg udah sekaliber ente!) bisa menyusupkan sedikit-banyak teknik-tekniknya dalam bertutur kata di dalam karyanya, metafora-metafora yang manis, gaya bahasa yang sejatinya cocok ditujukan buat dewasa muda. (gaya bahasa Forever Wicked-nya ewing pas tuh buat pembanding idealnya, karena sama-sama bersetting jakarta dan bahkan sama-sama bertema ngelawan iblis!--dengan eliminasi kata-kata vulgar/kasar kalo ente gak berkenan)

Kenapa ane bisa enjoy/'dapet' (bahkan sampe taraf 'menantikan!') baca review-review, postingan-postingan ente, sementara ketika baca PG cenderung tak menikmati? Ane juga tersalut-salut waktu baca deskripsi 'iseng' ente buat Fulberr di tret GM lho, dan sebetulnya kagum juga dengan sekian banyak teknik penulisan yg ente share di thread-thread cerita Pulpen.

Kurasa, orang yang terbiasa baca tulisan ente di review/postingan ente di Pulpen, pasti bakalan shock ketika baca PG, karena 'keluguan' gaya bahasanya malah gak menggambarkan kualitas seorang FA Pur yang sebenarnya.

Yahh, pokoknya sekarang you get what my point is, semoga bisa membantu ente dalam merevisi PG deh. Yo kita sama-sama saling ngebantu. Eyebrow



note: oh yep, ini komen ketiga ane buat PG ente yak, kalo mau bakal kupost nih ke milisnya berturut-turut dari komen pertama, gimana?

Amru_Yozar
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 447


Let's celebrate the brand new story...


View Profile WWW Email Personal Message (Offline)


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2418 on: August 01, 2008, 05:07:42 pm »
Reply with quoteQuote
Halo-halo,
Agen Amru di sini. Muup yah baru nongol skarang, maklum lagi mata2in Otoritas.
Repiu gath na keren Dian! Tapi sori Fr3d, gw belon bisa nerusin. Kalo gw yang nerusin malah jadi norak, hehe...
Oh ya teh Dian, gw udah beli tuh Nicholas Alchemist, tp blon sempet baca. Bakal 2 seri tuh kayakna.

Ngomong2 soal LANANG, yah sampe skarang gw masi belon tertarik sama nopel yang memakai unsur seks dalam bercerita (termasuk karya2na Ayu Utami, Djenar, Dorothea, dll). Jadi belon bisa ikutan komen :p

Bai de wei, Sayembara Novel DKJ 2008 tutup akhir Agustus lho, cepetan kirim deh yang mo ikutan. (Aaargh...! "Forbidden Sorrow" gwe belum tamat T_T)

@ Rey
Ah, kenalin gwe ke Tere Liye dong. Gw mayan suka "Hafalan Sholat Delisa" karyanya.

@ ewingerwin, Serpentwitch
Salam kenal

@ Villam
Hm... mo bikin penerbitan y? Mau dong karya gw ikut diterbitin Cheesy

@ Om Pur
Mau juga dong karyanya, tp kirim ke email aja :p

Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2474 on: August 13, 2008, 06:27:17 pm »
Reply with quoteQuote
Quote from: Pembaca Novel lanang on August 13, 2008, 05:31:14 pm
Novel yang menuai kritik dan pujian

Lho, tanzil (mas?), koq tau kita ngomongin Lanang juga di sini? Roll Eyes
Infonya dari mana? Atau jangan2 selama ini jadi guest aja ya? Hehehe... Grin
Tapi, bacaannya udah banyak nih... Thumbs Up
« Last Edit: August 13, 2008, 06:29:25 pm by fr3d »


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2475 on: August 13, 2008, 10:02:14 pm »
Reply with quoteQuote
Aha, lanang lagi,.... Cheesy Cheesy Cheesy

Kalo aku lebih cucok dengan pendapat yang ini:
============================

Lanang, Susu, dan Pasar Malam Sastra

Oleh: Mustafa Ismail
Wartawan Koran Tempo

http://jalansetapak.wordpress.com/2008/05/29/lanang-susu-dan-pasar-malam-sastra/
Depok, 29 Mei 2008 pukul 00.40 WIB. MUSTAFA ISMAIL.

====================================

Yang asyik, Om Yo itu udah bikin banyak orang berpikir! Salut dech,...

FA Purawan
Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2476 on: August 14, 2008, 10:45:40 am »
Reply with quoteQuote
heuheuheuheu, pecinta novel lanang ketemu pembenci novel lanang, asik nih bakal ada diskusi pro-kontra lagi Big Grin

MakMak

Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2477 on: August 14, 2008, 11:08:25 am »
Reply with quoteQuote
The battle has begun (for once more) Grin Grin

yah paling ga bisa bikin ni tret rame lagi, soalnya dah tiga hari ini sepi.


Amru_Yozar
Kelasi

@ om Pur & laennya
Hm... Lanang yah. Kekna dari komentar temen2 ceritanya g begitu asoy. Beli g yah...?


clickdian

Guys, buat yang udah baca Lanang, nanya dong.
Sebenarnya seberapa banyak kadar fiksi fantasi di dalam novel ini sih? Ato gini deh, novel ini bisa dikategorikan ke fiksi fantasi ato bukan?

Logged
BloodSin

cheppy70
Kelasi
*
Online Online

Posts: 240




Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2484 on: Today at 01:33:33 pm »

Hmmm,... Rupanya mas PNL (Pembaca Novel Lanang) ini irit kata dan royal kutip,.. hehehe Wink

Jadi kalo saya simpulkan kutipan ini adalah 'jawaban', maka jawaban mas PNL adalah: Novel Lanang menjadi fiksi-ilmiah karena 'diendorse' oleh para Profesor, begitu? Huh?

He he he



Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2486 on: Today at 01:58:32 pm »

pertumpahan darah yg kuharapkan sama sekali gak asik, cuma maen kutip-mengutip sahaja-_-"

@bos pembaca lanang Big Grin,

gimana kalo ente setop mengutip, dan ente mulai memberikan respon pribadi yang muncul dari diri ente selama baca Lanang aja? Kita di sini gak nuntut ente kudu jadi ikut benci Lanang kok, dan ente gak perlu ngasih kutipan-kutipan dari 'orang-orang berwenang'--atau begitulah istilah Big Grin--cuma buat ngebuktiin novel ini bagus, yg kita harap dan mau baca itu kesan pribadi ente sebagai pembaca aja lho.. bosen dari kemaren kita-kita di sini ngedenger kesan om pur doank kan, apalagi ente keknya dateng dari pihak yg pro, mestinya bisa memberikan gambaran dan warna yg baru ttg citra novel Lanang Tongue
« Last Edit: Today at 02:00:52 pm by BloodSin » Logged
Practice makes perfect
cheppy70
Kelasi
*
Online Online

Posts: 240




Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2487 on: Today at 02:01:59 pm »

wah, dijawab pakai kutipan lagi Grin Grin Grin

Sayang sekali jawaban kali ini tidak mengena sebagai dasar argumentasi Novel Lanang sebagai fiksi ilmiah. Bahkan reviewernya pun seperti belum ngerti batas-batas fiksi ilmiah itu apa, walau sudah pernah membaca HG Wells atau Jules Verne (udah pernah baca Mysterious Island? seru tuh tapi jelimet banget).

Kurasa, novel Lanang ini hebat dalam satu hal: baru ini lah satu-satunya novel yang kulihat berhasil menjaring endorsement begitu banyak, dan semua cerita endorsementnya jauh lebih bagus dari pada novelnya itu sendiri Smiley he he he,...

Salam,


FA Purawan
Logged
BloodSin
Kelasi
*
Offline Offline

Posts: 978


deadly shining smile




Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2488 on: Today at 02:07:58 pm »

sumpah baru kali ini gw liat gaya debat model gini, keren, kutip-mengutip Thumbs Up

boleh gw jajal nih nanti kalo ada yg panas-panas lagi heuheuheu Grin



sumpah baru kali ini gw liat gaya debat model gini, keren, kutip-mengutip Thumbs Up

boleh gw jajal nih nanti kalo ada yg panas-panas lagi heuheuheu Grin

Quote from: cheppy70 on Today at 07:55:17 am
Quote from: MakMak on August 14, 2008, 11:08:25 am
The battle has begun (for once more) Grin Grin

yah paling ga bisa bikin ni tret rame lagi, soalnya dah tiga hari ini sepi.

Why do I get the feeling that it's just ended,.... here.

Wink Wink Wink

he he.... ternyata tidak berhenti sampai disitu saja Grin Grin Grin


Quote from: BloodSin on Today at 01:58:32 pm
gimana kalo ente setop mengutip, dan ente mulai memberikan respon pribadi yang muncul dari diri ente selama baca Lanang aja?

Rey, sebenernya pendapat mas tanzil tentang novel lanang ini udah ada di posting pertama. Itu kan reviewnya dari dia.
Nah, mungkin yang kita butuhkan adalah komentar dia tentang pertanyaan2 lain seputar novel itu (dari om pur, khususnya). Tapi, toh kita gak bisa nuntut banyak juga, secara dia pun hanya seorang pembaca.
Inget kan, kalau lempar-lemparan cabe antarpembaca hanya akan berujung pada lubang hitam? Grin

Btw, gw penasaran nih, seperti apa sih aspek "bioteknologi" yang disinggung2 para reviewer itu? Huh?
Ada yang sempat nyebut2 menggabungkan sejumlah gen, tapi bagaimana caranya?
Apakah bisa dipertanggungjawabkan secara sains informasi rekayasa genetika yang ada di buku itu (entah fakta ilimiah ataupun fiksi ilmiah; bahkan yang kedua pun kudu ada landasan ilmiahnya juga)?
Gw penasaran karena riset skripsi gw adalah tentang genetika molekular.
Kalau gw beli sendiri bukunya? Well, sejauh ini belum tertarik, apalagi kalau ternyata memang cuma pseudo science seperti yang disebut-sebut om pur. Mendingan beli buku yang murni tentang pseudo science... Tongue
« Last Edit: Today at 02:43:08 pm by fr3d »

clickdian

Fred, secara logika, rekayasa bioteknologi bisa terjadi dengan species yg genusnya sama alias masih sodaraan secara taksonomi (bener gak nih istilahnya, ntar kuliat lagi catetan jaman kuliah). Jadi BURUNG dengan BABI HUTAN, menurutku gak bisa.

Oh, baidewei, maaf aja, aq gak tertarik beli bukunya. Dan ini justru setelah baca sinopsisnya. Terimakasih untuk semua info mengenai buku ini.

Guys, ada buku baru nih, Magician Guild. Harganya skitar 70-an, naga2nya sih bagus Cheesy
Ada yg udah pernah denger? Kyknya isinya pure fantasy.


Quote from: clickdian on August 15, 2008, 03:33:48 pm
Fred, secara logika, rekayasa bioteknologi bisa terjadi dengan species yg genusnya sama alias masih sodaraan secara taksonomi (bener gak nih istilahnya, ntar kuliat lagi catetan jaman kuliah). Jadi BURUNG dengan BABI HUTAN, menurutku gak bisa.

Guys, ada buku baru nih, Magician Guild. Harganya skitar 70-an, naga2nya sih bagus
Ada yg udah pernah denger? Kyknya isinya pure fantasy.


Nah itu dia, maksudnya yang di novel itu gimana caranya?
Tadi ada reviewer yang ngomongin tentang campur2 gen. Apa si penulis menjelaskan bagaimana tekniknya? Atau itu cuma tempelan semata?

Magician Guild itu novel lokal atau terjemahan, mba dian? fr3d

--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: fr3d on August 15, 2008, 02:40:27 pm
Rey, sebenernya pendapat mas tanzil tentang novel lanang ini udah ada di posting pertama. Itu kan reviewnya dari dia.


Lha? Kupikir PNL ini bukan mas tanzil, dan yg itupun sama kutipannya dengan yg lain?

BTW, mengenai rekayasa genetika di Lanang,

Kalo mengarah pada rekayasa genetika untuk menimbulkan penyakit misterius sih, masih mungkin.

Tapi kalo untuk bikin burung babi hutan (koq dibilang burung babi rusa?), memang too bombastique

Gue sih tega untuk mengatakannya sebagai tempelan. Toh yg dimaksud "Media" penyelesaian oleh salah satu endorsement itu juga adalah "cairan v@gina", which is buat gue konsep yang teramat sangat tempelan. Terserah, elo mau terbelalak karena kagum atau karena offended.

Udah lah, kalo mau fair, buang pretensi mengenai lanang sebagai novel Sci-Fi atau Fantasy. Dia adalah sebuah penceritaan yg berlatar belakang unik (ada 'ilmiah', ada 'fantasi', ada 'erotisme', ada 'politik', ada 'ekonomi', whatever you may use), dengan cara bertutur 'puitis'. You either love it, or hate it,... hehehe,..

makanya, gue paling amused justru dengan sejumlah endorsement itu, yang memang luar biasa lebih bagus dari pada materi yg diendorse, sampai-sampai gue merasa bahwa "emang yah, gue masih cetek banget wawasannya,.." hehehe.

Gue jadi inget kisah tentang sejumlah ilmuwan yang berdecak-decak mengagumi suatu "fosil", ribut melontarkan teori-teori eksotis mengenai bentuk-bentuk peralihan evolusi etc, ga taunya cuma tulang kerbau,...

Salam,cheppy70
--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: cheppy70 on August 15, 2008, 04:21:36 pm
Lha? Kupikir PNL ini bukan mas tanzil, dan yg itupun sama kutipannya dengan yg lain?


Oh, beneran?
Jadi mikir2 lagi...

PNL, harap segera konfirmasi identitasmu!
*sambil mengacungkan senjata khas agen FFDN* (apaan yah... )


Quote from: cheppy70 on August 15, 2008, 04:21:36 pm
Udah lah, kalo mau fair, buang pretensi mengenai lanang sebagai novel Sci-Fi atau Fantasy. Dia adalah sebuah penceritaan yg berlatar belakang unik (ada 'ilmiah', ada 'fantasi', ada 'erotisme', ada 'politik', ada 'ekonomi', whatever you may use), dengan cara bertutur 'puitis'. You either love it, or hate it,... hehehe,..

Salam,


Wuih, saking emosionalnya (), om pur sampe lupa nulis nama tuh di akhir salamnya...

Ya... gw sih sedari awal setuju lanang gak masuk genre fantasy, tapi berhubung ada reviewer yang menyatakannya sebagai sci-fi, boleh dong gw bertanya2 pada yang udah baca lanang sampai habis (NPL/mas tanzil?), materi "sci-fi" di novel itu penjelasannya apaan. Bukan berarti meminta justifikasi koq, kalau boleh, tolong sekedar berbagi aja, biar jelas.

P.S. Skripsi gw udah kelar koq, jadi skarang bukan lagi nyari2 bahan, cuma penasaran aja. fr3d

udah ah lanang-melanangnya.
capek baca kutipannya.



Quote from: fr3d on August 15, 2008, 03:48:09 pm
Quote from: clickdian on August 15, 2008, 03:33:48 pm
Guys, ada buku baru nih, Magician Guild. Harganya skitar 70-an, naga2nya sih bagus
Ada yg udah pernah denger? Kyknya isinya pure fantasy.

Magician Guild itu novel lokal atau terjemahan, mba dian?


kayaknya terjemahan tuh.
gue belon liat sih, udah lama gak ke gramedia.
belakangan rada depresi kalo ke toko buku soalnya. sebegitu banyak buku, gak ada satupun tulisan gue. rd_Villam

--------------------------------------------------------------------------------


Quote
Fred, secara logika, rekayasa bioteknologi bisa terjadi dengan species yg genusnya sama alias masih sodaraan secara taksonomi (bener gak nih istilahnya, ntar kuliat lagi catetan jaman kuliah). Jadi BURUNG dengan BABI HUTAN, menurutku gak bisa.

sis, kek beginian kan ane udah bahas ama om pur di halaman belakang, sebetulnya bisa-bisa aja dengan teknik inserted DNA. Pernah denger monyet lab yg namanya ANDi?

Terus ada juga monyet yg dikasih gen ubur-ubur, matanya jadi item legam. Tapi tentu tekniknya rumit banged, dan gak sembarangan sifat induk bisa di-inherite gitu aja... Dulu ane baca dari majalah Bobo, langganan pan waktu kukecil.

Duh, gw bukan orang biotek, dan sialnya di sini ada orang biotek, jadi komen gw sampe sini aja deh (daripada nanti keliatan tolol di depan tuh orang ), biar beliau lha yg meluruskan

@om pur/pembaca novel lanang/anyone yg udah baca lanang,

Kalo gw liat-liat di setiap orang ngutip adegan/paragraf dari Lanang, kayaknya kalimatnya pure puitik semua, ajegile masa sebuku gitu bahasanya puitik semua? Kalo iya, salut jugak, soalnya menurut sepengalaman gw dalam menggunakan bahasa indah di novel, nulis bahasa puitik itu bikin capee otak, meres pikiran buat nyari kata-kata indah, walau tentu aja bagi orang lain belum tentu dianggap indah juga.

Gw selalu respek ke pengarang yg berani gambling dengan menggunakan gaya bahasa 'riskful' daripada yg make gaya bahasa 'play safe'/steril, heuheu.BloodSin


--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: fr3d on August 15, 2008, 03:48:09 pm

Magician Guild itu novel lokal atau terjemahan, mba dian?


Yups, ini terjemahan. Tadinya kuapalin penerbit sama penulisnya, tapi begitu nyampe kantor lupa lagi semua

Rey--dan para lanang-lanang (alias cowok) yang lain--sudahlah. Kita biarkan novel itu tenang, udah kebanyakan kontroversi di luar sana.clickdian

--------------------------------------------------------------------------------
Hai-hai,
Masi nyambung ama Lanang, tp g secara langsung sih, menurut temen2 SUPERNOVA-nya Dewi Lestari masuk Fantasy g?
Klo gw pikir sih iya, khususnya yang seri 3: Petir
Amru_Yozar

Offline

Posts: 68


Re: Fiksi Fantasi Dalam Negeri III
« Reply #2500 on: August 15, 2008, 09:35:19 pm » Quote

--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: Amru_Yozar on August 15, 2008, 08:49:30 pm
Hai-hai,
Masi nyambung ama Lanang, tp g secara langsung sih, menurut temen2 SUPERNOVA-nya Dewi Lestari masuk Fantasy g?
Klo gw pikir sih iya, khususnya yang seri 3: Petir


Kenapa tergolong fantasi? Menurutku sih nggak lho. Soalnya gak ada yg di luar akal sehat banget sih. Kalo yg diomongin kemampuan si Elektra nyetrum orang itu, mnrt gw itu agak mirip ama fenomena manusia magnet yg bisa bkn sendok dll nempel di badannya itu.

Hehe. juunishi master

--------------------------------------------------------------------------------
hai....aku datang!
lama ga nongol karena kembali ke habitat lama:komik.
terus-terang baca nopel itu perjuangan berat buat gue...hhhh..palagi abis baca bilangan fu.belum sanggup ngelirik buku2 yang nggak pake gambar sampe sekarang.

@fr3d
aku nggak mau sang penandai-nya rey, pasti udah kumel dibolak-balik terus saking sukanya apalagi pas lagi berantem sama lo kemaren.pasti bolak-balik dibaca buat ngumpulin bantahan...he..he...
tapi gue salut sama rey karena dia ngebela bukunya (bukunya tere liye) abis-abisan dengan argumen sendiri , ga pake kutipan dari segala jenius dari kalangan akademis.
terus-terang, dari cara ngebelanya gue curiga nih si pembaca novel lanang adalah penulisnya sendiri....
mungkin kan?soalnya komen pribadinya dikit banget malah pake komen orang-orang hebat itu....

@semua yang membahas lanang
babi dan burung itu di lanang bentuknya gimana sih?babi pake sayap ato gimana?
si penulis mungkin ingin menghapus idiomnya orang barat "Yeah...and the pig flies!" jadi digabungin tuh dengan si burung.

@fr3d lagi
supernova menurut gue nggak masuk fantasi karena miraclenya ga terlalu gimana gitu, palagi pas 'akar' yang ngebahas panen ganja (gue suka kalimatnya dee yang ngebandingin ladang ganja di situ sama di indonesia) ...seperti buto ijo dan kacang ijo he..he..
karyanya ayu utami juga ga masuk fantasi tapi kalo ga salah surealis....anatara nyata dan nggak gitu.

satu hal yang musti dipuji dari ayu utami adalah risetnya yang bikin pembaca kaya gue ngerasa tolol dan ga tau dunia luar selaen Mal Taman Anggrek dan Citeureup..he..he..
tapi seperti kata rey, novel itu harus ada segi entertaimentnya.udah cape baca cuma digurui doang, mah...nggak deh!
mendingan gue kembali menekuni komik2 tony wong...nah itu masuk fantasy ga?

@rey
kembali ke lemures ya?makanya jangan buru2 putus asa.mas pur yang udah menahun di PG aja tetep sabar...
sapa tau besok2 ada ide cemerlang yang bisa lo selipin di lemures...misalnya berdasarkan pertengkaran lo sama fred kemaren...tuh kalo lo minta bang villam mendeskripsikannya dalam imajinasinya pasti udah banjir darah dan menegangkan.terus-terang kemaren gue rada takut..makanya jarang2 maen kemari (takut kena semprot kalian )piethitam

*
Quote from: BloodSin on August 19, 2008, 11:28:13 pm
Cerita fantasi adalah genre yang menggunakan sihir dan bentuk supernatural lain sebagai elemen utama plot, tema, dan/atau setting. Fantasi secara umum dibedakan dengan sains fiksi, dan horor yang secara jelas mengetengahkan tema teknologi, dan menakutkan. Meskipun begitu terdapat tumpang tindih diantara ketiganya (secara seluruhnya disebut sebagai fiksi spekulatif)

Astaga, kalo gitu berarti Lemures gw sama sekali bukan fantasi

Soalnya gw gak ada sedikitpun pake magic, dan elemen supernatural lainnya dalam plot/tema/settingnya. Lha kalo gitu kenapa gw ada di sini? Kenapa gw bisa jadi TS untuk thread penulis fantasi?



Definisi yg lebih workable untuk fantasy adalah: penggunaan setting alternatif (alias bukan setting yang kita hidupi sehari-hari ini) untuk mendeliver cerita. Istilah kerennya, alternate reality.

Kenapa alternate reality ini menjadi suatu daya tarik? Karena kita selalu punya keinginan untuk 'hidup' dalam kehidupan yang berbeda dengan yg kita jalani sekarang ini. Dan setting Fantasy membuat keberbedaan itu menjadi lebih kuat/ nyata/ kontras.

Pada alternate reality, menjadi sebuah spekulasi yang 'menggairahkan' untuk tahu bagaimana manusia bertindak, bagaimana bereaksi terhadap situasi-situasi unik. Misalnya aku bayangin diri menjadi Bima (nya Mak-mak), apa reaksiku jika tiba-tiba saja Malioboro menjadi 'senyap'? Woow, gile banget konsepnya etc-etc.

Jadi bukan sihir atau teknologinya yang 'matters', melainkan bagaimana 'alternate reality' itu kemudian mendrive cerita.

So, dalam setiap novel fantasy, setting alternate reality itulah yang menjadi panggung utama. Dan tentunya yg namanya panggung ya harus kuat dan kokoh. Kalo ringkih, baru buat goyang ngebor sekali aja langsung roboh.

Kita sering banget kejebak pemahaman yg salah kaprah tentang Fantasy (atau Sci-Fi), bahwa sebuah karya sudah dikatakan Fantasy kalau mengandung elemen yg 'khayal'i.

Jadi kalo masih memakai setting kehidupan yang here and now, sebuah novel hardly dikatakan sebagai Fantasy sekalipun mengandung seorang tokoh yg mampu 'menyihir', misalnya. Karena belum tentu kemampuan sihir itu menjadi setting, bisa-bisa aja cuma tempelan sebab sang penyihir ternyata (masih) bereaksi sebagaimana orang-orang kebanyakan, dan cerita mengalir dengan interaksi antar tokoh sebagaimana kehidupan sehari-hari kita aja.

Juga kalo alternate realitynya masih ngga terlalu jauh dengan kehidupan nyata (masih memungkinkan terjadi di dunia nyata), maka nilai fantasy-nya menjadi turun. Sebagai contoh novel lanang, (bukan mo ngajak berantem orang tapi mumpung bagus dijadikan contoh aja ). Adanya burung babi hutan, menghadirkan elemen fantasy (soalnya gak mungkin ada binatang kayak gitu). Tapi setting rekayasa genetik yang menimbulkan penyakit sapi, atau setting karakter para tokoh yang ga hitam putih bahkan psikopat, pengembangan konflik dalam cerita, semuanya masih bisa terjadi di dunia nyata, sehingga dalam hal itu novel ini tidak tergolong cerita fantasy. Nah, kita bisa lihat bahwa dalam kondisi ini, keberadaan satu elemen fantasy tidak membuat novel tersebut menjadi Fantasy.

Nah menurut gue sih, Lemures termasuk dalam Fantasy karena mengandung setting alternatif yg bukan di setting kita sekarang ini. Kenapa PG gak gue anggap fantasy, sebab PG berlangsung dalam setting kita sekarang, walaupun ada sedikit-sedikit bagian yang menyentuh alternate reality, tapi gak dominan.

Salam,

FA Purawan

--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: cheppy70 on August 20, 2008, 10:26:08 am

Juga kalo alternate realitynya masih ngga terlalu jauh dengan kehidupan nyata (masih memungkinkan terjadi di dunia nyata), maka nilai fantasy-nya menjadi turun. Sebagai contoh novel lanang, (bukan mo ngajak berantem orang tapi mumpung bagus dijadikan contoh aja ). Adanya burung babi hutan, menghadirkan elemen fantasy (soalnya gak mungkin ada binatang kayak gitu). Tapi setting rekayasa genetik yang menimbulkan penyakit sapi, atau setting karakter para tokoh yang ga hitam putih bahkan psikopat, pengembangan konflik dalam cerita, semuanya masih bisa terjadi di dunia nyata, sehingga dalam hal itu novel ini tidak tergolong cerita fantasy. Nah, kita bisa lihat bahwa dalam kondisi ini, keberadaan satu elemen fantasy tidak membuat novel tersebut menjadi Fantasy.




sedikit komen tentang yang ini.
mungkin dengan adanya burung babi hutan, Lanang bisa dimasukkan kedalam genre fantasy, tapi fantasi ngawur, asal-asalan n tidak logis.

kenapa? karena untuk dapat terbang, selain membutuhkan sayap yang lebar, bentuk fisiologi mahluk itu harus segitiga dengan bagian runcing didepan (entah sudut yang mana terserah, pokoknya bukan bagian sisi). fungsinya adalah untuk membelah udara. pada burung yang berfugsi demikian adalah paruhnya, sedangkan pada pesawat, adalah hidungnya. memangnya moncong babi hutan bisa membelah udara? lha wong bentuk tubuhnya bundar bukan segitiga.

trus ekor, ekor disini harus lebar karena digunakan untuk mengatur tekanan udara diatas tubuh dan dibawah tubuh, sehingga bisa membuat burung atau pesawat menambah atau menurunkan ketinggian. ekor ikal babi hutan bisa begitu?

anehkan? jelas aneh! mungkin si pengarang tidak tahu teori-teori yang berhubungan dengan terbang.


selain itu
MakMak

--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: MakMak on August 20, 2008, 11:30:05 am
kenapa? karena untuk dapat terbang, selain membutuhkan sayap yang lebar, bentuk fisiologi mahluk itu harus segitiga dengan bagian runcing didepan (entah sudut yang mana terserah, pokoknya bukan bagian sisi). fungsinya adalah untuk membelah udara. pada burung yang berfugsi demikian adalah paruhnya, sedangkan pada pesawat, adalah hidungnya. memangnya moncong babi hutan bisa membelah udara? lha wong bentuk tubuhnya bundar bukan segitiga.

trus ekor, ekor disini harus lebar karena digunakan untuk mengatur tekanan udara diatas tubuh dan dibawah tubuh, sehingga bisa membuat burung atau pesawat menambah atau menurunkan ketinggian. ekor ikal babi hutan bisa begitu?

selain itu


Lho? Post-nya makmak koq kepotong gitu?

Tambahan lagi, secara biologis burung juga punya kantong udara.
Rupanya makmak juga udah keseret dalam arus lanang-melanang...

fr3d

@all,
kalo boleh ada kuda terbang semacam pegasus (yang gendut dan gak punya kantong terbang pulak), kenapa tidak boleh ada babi terbang?

jawabannya mungkin ada di setting cerita. apakah sang penulis bisa membuat percaya pembaca atau tidak, terserah apakah melalui setting negeri dongeng, setting teknis-teknis science fiction, atau setting dunia alternatif yang surealis.

(aku gak ikutan lanang-melanang karena aku gak nyebut-nyebut la--ups!)
rd_Villam

ini forum yang aneh
dulu postinganku ilang sendiri, sekarang postinganku kepotong.

mistis banget.


Quote from: fr3d on August 20, 2008, 11:59:38 am
Rupanya makmak juga udah keseret dalam arus lanang-melanang...


lama-lama gak tahan buat ikut-ikutan komen.

aku gak bisa bilang suka apa tidak sama novel Lanang, soalnya aku belum baca sendiri. tp kalo baca ada burung babi hutannya, ga kuat nahan buat ga komenin yang ini

MakMak

Lagi2 burung babi hutan

Masih banyak burung yang lain, kenapa dia terus yg dibahas?
clickdian

--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: rd_Villam on August 20, 2008, 01:06:25 pm

@all,
kalo boleh ada kuda terbang semacam pegasus (yang gendut dan gak punya kantong terbang pulak), kenapa tidak boleh ada babi terbang?



pegasus, Sphinx, naga versi asia timur sebenarnya adalah mahluk yang secara fisiologi tidak mungkin bisa terbang. masalahnya, mahluk-mahluk itu sudah terlanjur melegenda, jadi apa mau dikata? mau protes juga kepada siapa?

sedangkan burung babi hutan itu sepertinya kreasi original. dengan ilmu kedokteran hewan dan ilmu penerbangan yang sudah semaju ini, masak ga bisa bikin mahluk fantasi yang lebih logis? ingat setting Lanang adalah di Bumi, bukan alternate universe jadi paling enggak harus sedikit mengikuti rules dan hukum-hukum alam yang ada di bumi (kalau mau dibuat melenceng, harus disertai penjelasan khusus). kalo setting-nya di alternate universe, mau bikin mahluk yang seperti apa saja silahkan.


MakMak

Quote from: clickdian on August 20, 2008, 01:17:23 pm
Lagi2 burung babi hutan

Masih banyak burung yang lain, kenapa dia terus yg dibahas?


habis klo yang dibahas burung perkutut tetangga, namanya bukan fantasi lagi dong
MakMak

Quote from: MakMak on August 20, 2008, 01:24:26 pm
pegasus, Sphinx, naga versi asia timur sebenarnya adalah mahluk yang secara fisiologi tidak mungkin bisa terbang. masalahnya, mahluk-mahluk itu sudah terlanjur melegenda, jadi apa mau dikata? mau protes juga kepada siapa?


lha justru itu kita gak akan protes (walaupun gak dilarang juga buat protes) karena di belakang makhluk2 ajaib itu ada setting legenda yang telah dibangun dengan sedemikian rupa, dan bukan hanya mereka makhluk2 aneh di dalam legenda tersebut. yang bikin pembaca atau masyarakat jadi percaya betapapun anehnya itu.

tentang babinya lanang, yeah... gue gak bisa komen sih secara gue emang belon/males baca ceritanya. tapi kayaknya sang penulis emang belon bisa bikin pembacanya percaya. (kayaknya dari tadi gue muter2 yak ngomongnya...)

ah, cukuplah tentang babi...

mending emang ngomongin burung yang lain aja ya...
rd_Villam
--------------------------------------------------------------------------------
Quote from: rd_Villam on August 20, 2008, 01:44:59 pm
lha justru itu kita gak akan protes (walaupun gak dilarang juga buat protes) karena di belakang makhluk2 ajaib itu ada setting legenda yang telah dibangun dengan sedemikian rupa, dan bukan hanya mereka makhluk2 aneh di dalam legenda tersebut. yang bikin pembaca atau masyarakat jadi percaya betapapun anehnya itu.

tentang babinya lanang, yeah... gue gak bisa komen sih secara gue emang belon/males baca ceritanya. tapi kayaknya sang penulis emang belon bisa bikin pembacanya percaya. (kayaknya dari tadi gue muter2 yak ngomongnya...)


Mungkin emang dari segi naming-nya, yakni: bbh (we know what).
Coba si penulis l*n*ng ngasih nama/istilah kreasinya sendiri, misalnya bubatan; deskripsinya adalah suatu makhluk yang mirip babi hutan, tapi punya sayap seperti burung. Jadi, pas baca nama itu, orang langsung kebayangnya suatu hewan mistis/makhluk gaib. Gak ada di mind set pembacanya kalau sebenarnya makhluk itu cuma bbh yang dikasih istilah aneh/keren.
*mulai ngasal nih*

Tapi, susah juga sih, toh dia memang bukan menceritakan alternate universe (a.k.a. fantasi, definisi om pur).

fr3d

No comments: