http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache%3AujMUVdW94UgJ%3Acisral.unpad.ac.id%2Funpad-content%2Fuploads%2F2010%2F11%2Ft-sikap-terhadap-sains-dan-folklor-tradisional-dalam-novel-novel-fiksi-sains-kontemporer-indonesia1.pdf+Yonathan+Rahardjo&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgbR_1250oF0ulJTkg9q9y-E9hXMdhAZxfeLil2HYVoXfvfCXR07k9thDVe-C_qhEayJc8T10HcNHmeDlAE4KR32kDvc8Rh6o4rVf2L6zZUhEQQC5YryZYeAR9OMd1wY7k4eEBU&sig=AHIEtbRcjNdbCTMvAu2JyRpF_3kKutz1zQ&pli=1
SIKAP TERHADAP SAINS DAN FOLKLOR TRADISIONAL DALAM
NOVEL-NOVEL FIKSI SAINS KONTEMPORER INDONESIA
Oleh:
SANDYA MAULANA
180820080001
TESIS
untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Humaniora
Program Pascasarjana Program Studi Ilmu-ilmu Sastra
Bidang Kajian Utama Sastra Kontemporer
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
ABSTRAK
Objek dalam penelitian ini adalah tiga novel fiksi sains kontemporer
Indonesia, Lanang karya Yonathan Rahardjo (2008), ORB karya Galang
Lufityanto (2008), dan Lesti, Nyatakah Dia? karya Soehario Padmodiwirio
(2006), yang menunjukkan sikap tertentu terhadap hubungan antara sains
dan folklor Jawa melalui penggambaran unsur-unsur sains spekulatif dan
unsur-unsur folklor. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripisikan
hubungan antara sains dan folklor dalam ketiga novel tersebut dan juga
mengidentifikasi sikap masing-masing novel terhadap sains dan folklor,
yang dapat menunjukkan keberpihakan terhadap sains atau folklor atau
menunjukkan upaya kompromi antara keduanya. Penelitian ini juga
bermaksud mendeskripsikan hubungan antara sikap tersebut dengan konteks
sosial dan budaya kontemporer di Indonesia, terutama yang berkenaan
dengan posisi sains dan folklor dalam fiksi sains Indonesia kontemporer.
ABSTRACT
This study concerns three Indonesian contemporary science fiction
novels, Lanang by Yonathan Rahardjo (2008), ORB by Galang Lufityanto
(2008), and Lesti, Nyatakah Dia? by Soehario Padmodiwirio (2006),
which, to a certain degree, demonstrate certain attitudes towards the
relation between science and Javanese folklore, through their
portrayals of both the speculative science elements and folklore
elements. This study aims at describing the relation between science
and folklore in the three novels as well as identifying the attitude of
each novel towards science and folklor, whether it is on the side of
science or folklore or compromising between the two. This study also
seeks to describe the relation between the attitude and the
contemporary socio-cultural contexts of Indonesia, particularly that
concerning the position of science and folklore in the contemporary
Indonesian science fiction
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai suatu bagian dari ranah
fiksi, fiksi sains selalu berada di dalam
daerah abu-abu. Isinya selalu
berada di antara fiksi realistis dan fiksi fantastis,
sementara bentuknya berada di
ambang karya sastra —populer“ dan karya sastra
—serius.“ Farah Mendlesohn
menyebut fiksi sains sebagai genre yang selalu berada
di antara dua standar yang
berbeda, yakni standar susastra dan standar pasar
(2003:1). Fiksi sains
mengandung unsur-unsur fantastik yang menghibur dan
membuatnya menjadi populer,
seperti penjelajahan antariksa, pertemuan dengan
makhluk luar angkasa,
penembusan batas ruang dan waktu, perang bintang,
penemuan-penemuan baru dalam
ilmu pengetahuan, dan kehidupan masa depan.
Unsur-unsur ini berkembang
menjadi formula-formula alur cerita yang terus
menerus diulang sehingga
menjadikan fiksi sains sebagai bagian dari fiksi populer
(umum disebut pulp fiction dalam bahasa Inggris) seperti
halnya kisah roman
percintaan, cerita misteri, dan
cerita detektif. Sementara itu, dalam
perkembangannya, fiksi sains
juga semakin memiliki kecenderungan yang sama
dengan karya-karya sastra
—serius“ (dalam istilah fiksi sains kerap disebut sebagai
sastra arus utama atau mainstream), yakni merepresentasi kondisi
masyarakat
sambil mengajukan pertanyaan,
kritik, dan sindiran terhadap berbagai nilai yang
berlaku. Prakiraan nasib
masyarakat di tengah pesatnya perkembangan teknologi
merupakan isu utama kandungan
kritis dalam karya-karya fiksi sains. Inilah alasan
seorang penulis karya sekaligus
kritikus fiksi sains, Brian W. Aldiss
2
mendefinisikan fiksi sains
secara tentatif sebagai upaya pencarian definisi
manusia dan statusnya di alam
semesta di tengah kemajuan dan kebingungan ilmu
pengetahuan (1973: 2). Aldiss
menyebut definisi ini sebagai definisi tentatif
karena bermacam ragamnya
kecenderungan dalam karya-karya fiksi sains,
sehingga untuk menelaah
karya-karya fiksi sains tertentu, definisi ini mungkin
perlu mengalami sedikit
modifikasi. Mendlesohn menyebut karya fiksi sains
sebagai karya sastra yang
mengandung alur ”bagaimana jika (what if),‘ yang
menyatu dan kadang tersembunyi
dalam struktur dan bentuk cerita. Alur inilah
yang bersentuhan dengan isu-isu
yang kontekstual (2003: 5).
Adrian Mellor dalam esainya —Science
Fiction and the Crisis of the
Educated
Middle Class“
menengarai bahwa fiksi sains umumnya diidentikkan
dengan suatu subkultur sastra
yang berkembang di Amerika Serikat, yang
dicirikan dengan sifat-sifat
komersial, populer, kontemporer, dan berbahasa
Inggris (Pawling (ed.), 1984:
27). Menurut Mellor, identifikasi ini tentu saja
menyesatkan dan bahkan
menafikan perkembangan fiksi sains di banyak negara
lain, terutama di Eropa. Akan
tetapi, menurut Mellor pula, identifikasi ini
berkaitan erat dengan awal
penggunaan istilah —science fiction“ dalam majalah
Amazing
Stories pada
tahun 1926, majalah pertama yang secara keseluruhan
memuat cerita-cerita fiksi
sains, yang diterbitkan di Amerika Serikat (Aldiss,
1973: 10), yang mengawali
lahirnya suatu subkultur dalam budaya populer
Amerika Serikat dalam bentuk pulp fiction. Sebelum tahun 1926, sebenarnya
telah
banyak karya berkecenderungan
fiksi sains yang terbit di luar Amerika Serikat.
Bahkan dengan upaya
pengklasifikasian kontemporer terhadap fiksi sains, karya
fiksi sains dapat dilacak
hingga Utopia karya Tomas More yang terbit
pada tahun
3
1516. Pada paruh kedua abad
kesembilan belas, fiksi sains muncul dalam novel-
novel penulis Perancis Jules
Verne dan penulis Inggris H.G. Wells, yang
umumnya dilabeli scientific romance (roman ilmiah). Fiksi sains di
Inggris dan
negara-negara Eropa lain
berkembang dengan ciri dan arah yang berbeda, tidak
sekomersial dan sepopuler di
Amerika Serikat, tidak seoptimis cita-cita
pencapaian sains dalam Amazing Stories, dan lebih berdekatan dengan
karya-
karya sastra arus utama,
seperti ditunjukkan dalam Brave
New World karya
Aldous Huxley dan 1984 karya George Orwell.
Perubahan bentuk penerbitan
fiksi sains dari majalah menjadi buku (novel
dan kumpulan cerita pendek) dan
perambahan media lain, seperti komik, televisi,
film, dan video game membuat
pengaruh fiksi sains mengglobal. Produksi fiksi
sains bukan lagi merupakan
dominasi Amerika dan Eropa. Di Asia, Jepang
merupakan produsen dan konsumen
karya-karya fiksi sains, yang sebagian
besarnya telah bersalin rupa ke
dalam berbagai media, seperti film, komik, dan
video
game. Di
India, fiksi sains dalam bahasa Inggris maupun bahasa-bahasa
lokal (terutama Marathi) telah
berkembang sebagai suatu subkultur yang kerap
bersenyawa dengan folklor dan
cerita-cerita fantasi tradisional.
Fiksi sains di Indonesia dapat
dikatakan berkembang secara diam-diam.
Dengan kata lain, penelitian
akademis belum menyentuh subkultur budaya
populer yang tengah berkembang
ini, yang ditandai dengan bermunculannya
beberapa komunitas penulis dan
penggemar fiksi sains yang beraktivitas di dunia
maya. Belum ada penelitian
akademis yang menyatakan kapan pertama kali fiksi
sains modern dihasilkan di Indonesia.
Kurangnya penelitian akademis ini
menyulitkan penyusunan
kronologi pengaruh dan perkembangan fiksi sains di
4
Indonesia. Hal ini menyebabkan
fiksi sains di Indonesia dianggap muncul secara
sporadis pada masa-masa
tertentu saja dengan jumlah karya yang tidak signifikan.
Akan tetapi, tentunya fiksi
sains Indonesia tidak bisa dianggap tidak ada, karena
terdapat bukti karya-karya yang
dihasilkan, seperti novel pendek Jatuh Ke
Matahari (1976) karya Djokolelono dan
karya-karya yang lebih beragam pada
awal abad kedua puluh satu ini.
Pembicaraan tentang karya fiksi
sains kontemporer (dalam artian dewasa
ini) Indonesia dapat diawali
dengan mempertimbangkan sebuah novel tentang
kontak manusia Indonesia dengan
peradaban luar angkasa, Area X:
Himne
Angkasa
Raya (2003)
karya Eliza Vitri Handayani. Karya ini, dalam bentuk
awalnya, adalah pemenang Lomba
Penulisan Naskah Film/Televisi pada tahun
1999 yang diselenggarakan oleh
Perusahaan Film Negara. Area X memang tidak
pernah diwujudkan di layar
lebar maupun layar kaca, tetapi kemudian terbit
sebagai sebuah novel utuh pada
tahun 2003. Supernova (2002) karya Dee (Dewi
Lestari) dapat disebut sebagai
karya fiksi sains, walaupun kelanjutan-
kelanjutannya (Supernova adalah bagian pertama dari
sebuah trilogi) semakin
menjauh dari kecenderungan
fiksi sains.
Beberapa sayembara penulisan
novel akhir-akhir ini telah pula mengakrabi
fiksi sains. Sayembara Novel
Dewan Kesenian Jakarta, sayembara tingkat
nasional bergengsi, pada tahun
2006 memilih Lanang karya Yonathan Rahardjo
sebagai juara harapan. Novel
ini bercerita tentang virus penyakit baru hasil
rekayasa genetik yang mematikan
dan belum berpenawar. Ribuan sapi mati tanpa
gejala. Masyarakat yang belum
mengetahui tentang virus tersebut menganggap
bahwa peristiwa itu adalah ulah
makhluk jadi-jadian dan menghubungkannya
5
dengan kepercayaan mistik
setempat. Naskah novel ORB karya Galang Lufityanto
berhasil menjadi juara kedua
dalam Lomba Cerita Remaja Terbaik Adikarya
IKAPI 2008. Seperti halnya Lanang, ORB juga menggabungkan sains dan
mistisisme. Dalam ORB, ilmu fisika modern
dipergunakan untuk meneliti bola-
bola cahaya (orbs) dan
entitas-entitas ektoplasmik yang sudah menjadi bagian dari
mistisisme Jawa. Kedua
sayembara dan kedua novel tersebut tentunya tidak
mewakili kecenderungan umum
dalam fiksi sains kontemporer di Indonesia. Akan
tetapi, tema yang diangkat oleh
kedua novel tersebut, dan juga beberapa novel
lain, merupakan tema yang
menarik untuk dibahas bukan hanya karena
kemunculan unsur sains. Unsur
sains yang dimaksud di sini adalah unsur-unsur
sains atau pseudo-sains
spekulatif yang umum ditemukan dalam novel-novel fiksi
sains, seperti makhluk dari
luar angkasa, pengembaraan antariksa, rekayasa
genetik, komputer cerdas, dan
utopia/distopia. Kedua novel tersebut juga
senantiasa mempertentangkan
sains dengan folklor. Folklor sendiri dapat
dimaknai sebagai
sebagian kebudayaan suatu
kolektif, yang tersebar
dan diwariskan turun-temurun,
di antara kolektif
macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dalam bentuk
lisan maupun contoh
yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat
pembantu pengingat (Danandjaja,
1993: 2).
Dengan demikian folklor dapat
mencakup banyak kategori, di antaranya
kepercayaan rakyat kepada
makhluk gaib lokal dan cerita rakyat tradisional
(mitologi, legenda, dan
dongeng) yang tentunya sudah lebih lama mengakar
dalam masyarakat ketimbang
sains. Kehadiran tema ini pada novel-novel fiksi
sains Indonesia lain
menunjukkan bahwa tema ini berpotensi menjadi tema yang
6
berulang kali muncul (recurrent)
dalam fiksi sains Indonesia. Salah satu novel
dengan tema yang serupa adalah Lesti: Nyatakah Dia? karya Soehario
Padmodiwirio atau lebih dikenal
dengan sebutan Hario Kecik. Lesti bercerita
tentang bangsa asing dari luar
angkasa dengan kemampuan telepatik dan
peradaban canggih yang sejak
zaman prasejarah membantu bangsa-bangsa di
Nusantara (terutama Jawa)
mencapai kemajuan pada masa-masa tertentu, dengan
fokus cerita pada masa
perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dalam Lesti diceritakan bahwa bangsa asing
ini hidup dalam suatu dunia telepatik
tersembunyi. Mereka muncul di
dunia manusia dalam bentuk-bentuk gaib tertentu
yang kemudian menjadi bagian
dari folklor Jawa.
Sebagai bangsa dengan
kesusastraan modern yang tidak memiliki tradisi
panjang penulisan fiksi sains
(dan juga proto-fiksi sains), adaptasi bentuk karya
sastra baru selalu memerlukan
penyesuaian. Dalam konteks fiksi sains Indonesia,
hubungan antara sains dengan
folklor menunjukkan upaya penyesuaian tersebut,
walaupun tentunya keberpihakan
pada sains atau folklor masih perlu dikaji lebih
dalam lagi. Sejauh ini,
penelitian akademis tentang fiksi sains Indonesia masih
sangat terbatas dan belum ada
yang secara khusus membahas hubungan antara
sains dan folklor dalam suatu
karya. Penelitian-penelitian sebelumnya masih
berupaya menemukan
karakteristik dan identitas fiksi sains dalam karya-karya
fiksi sains Indonesia, seperti
skripsi berjudul Area X:
Hymne Angkasa Raya
sebagai
Cerita Fiksi Ilmiah yang
disusun Rina Tri Hartanti, mahasiswi
Universitas Indonesia yang
membahas novel Area X sebagai cerita yang memiliki
unsur-unsur fiksi sains.
Hubungan antara sains dan folklor dalam karya-karya
yang akan dibahas tentu
memiliki signifikansi tertentu yang menunjukkan sikap
7
keberpihakan terhadap sains
atau folklor atau kompromi antara sains dan folklor
dan dapat diperlakukan sebagai
suatu kecenderungan yang berkembang dalam
fiksi sains Indonesia.
Berangkat dari kecenderungan tersebut, maka disusunlah
tesis berjudul —Sikap terhadap
Sains dan Folklor Tradisional dalam Novel-novel
Fiksi Sains Kontemporer Indonesia.“
1.2
Rumusan Masalah
Novel-novel Lesti, Lanang, dan ORB menawarkan unsur-unsur sains
yang
dipadukan dengan unsur-unsur
folklor tradisional Indonesia. Pemaduan ini tentu
dilakukan bukan semata karena
alasan artistik, tetapi karena ada pertimbangan
ideologis dan keberpihakan
terhadap salah satu unsur tersebut. Masalah-masalah
yang dapat diidentifikasi
sehubungan dengan hubungan sains dengan folklor
adalah:
- Hubungan-hubungan seperti
apakah yang terjadi antara sains dan folklor
dalam novel-novel fiksi sains
kontemporer Indonesia?
- Apakah novel-novel tersebut
menunjukkan keberpihakan terhadap sains
atau folklor, atau malah
menunjukkan sikap kompromi?
- Apakah hubungan keberpihakan
dan kompromi tersebut dengan konteks
sosial budaya kontemporer di
Indonesia, terutama dalam hal sikap narasi
novel-novel tersebut terhadap
sains dan folklor?
8
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk:
- Mendeskripsikan hubungan
antara sains dan folklor dalam novel-novel
fiksi sains kontemporer
Indonesia.
- Mengidentifikasi sikap
terhadap sains dan folklor yang mencakup
keberpihakan terhadap sains
atau folklor dan/atau kompromi antara sains
dan folklor.
- Mendeskripsikan hubungan
keberpihakan dan kompromi tersebut dengan
konteks sosial budaya
kontemporer di Indonesia, terutama dalam hal sikap
narasi novel-novel tersebut
terhadap sains dan folklor.
1.4
Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah
sebagai sebuah tawaran dalam membaca
dan memahami sub-genre karya
fiksi yang belum banyak tersentuh dalam
khazanah sastra Indonesia
kontemporer, yakni fiksi sains. Penelitian ini mencoba
menjelaskan salah satu
kecenderungan yang umum berlaku dalam novel-novel
fiksi sains kontemporer
Indonesia, tetapi belum pernah diangkat sebelumnya,
yakni kecenderungan pemaduan
sains dan folklor tradisional. Penelitian terhadap
fiksi sains kontemporer
Indonesia ini semoga dapat meramaikan penelitian
terhadap karya-karya fiksi
sains berbahasa Indonesia.
9
1.5
Kerangka Teori
Dalam novel-novel fiksi sains
yang dikaji dalam penelitian ini, terdapat
dua unsur dominan yang
mengendalikan penceritaan. Unsur yang pertama adalah
unsur sains (dan juga
pseudo-sains) spekulatif seperti yang terdapat pada novel-
novel fiksi sains lain, yang
berhubungan dengan topik-topik seperti kemajuan
teknologi, penemuan ilmiah
mutakhir, tatanan masyarakat baru, sistem politik
baru yang hipotetis dan belum
pernah diterapkan, dan utopia. Unsur yang lain
adalah unsur folklor yang
menjadi pembanding unsur sains. Unsur folklor yang
dimaksud adalah kepercayaan
tradisional rakyat yang berhubungan dengan
makhluk gaib dan cerita rakyat
tradisional yang cenderung telah mengakar, seperti
mitologi, legenda, dan dongeng.
Kedua unsur ini, sains dan folklor, saling
berhubungan, dengan hubungan
yang beragam, baik hubungan yang menunjukkan
pertentangan, penjelasan sains
terhadap folklor, maupun kompromi sains dan
folklor.
Karena kurangnya penelitian
fiksi sains Indonesia, terutama fiksi sains
kontemporer, maka penelitian
ini akan meminjam teori-teori dan pendekatan-
pendekatan fiksi sains yang
telah ajeg dan menjadi panduan penelitian-penelitian
fiksi sains. Teori-teori dan
pendekatan-pendekatan ini berasal dari berbagai kajian
fiksi sains yang terhimpun
dalam berbagai kumpulan tulisan yang disunting oleh
para pengamat fiksi sains pula,
seperti The
Cambridge Companion to Science
Fiction (Farah Mendlesohn dan Edward
James (ed.), 2003), Science
Fiction: A
Collection
of Critical Essays (Mark
Rose (ed.), 1976), dan Learning
from Other
10
Worlds (Patrick Parrinder (ed.),
2000). Penggunaan buku-buku ini akan
disandingkan dengan beberapa
pembahasan tentang fiksi sains Indonesia yang
termuat dalam berbagai media
cetak di Indonesia.
Definisi dan penggolongan unsur
folklor dalam karya-karya yang diteliti
akan berdasar pada penggolongan
yang telah dilakukan oleh James Danandjaja
untuk folklor Indonesia. Karena
folklor yang dominan muncul dalam karya-karya
yang diteliti adalah folklor
Jawa, maka penting pula untuk memahami orang Jawa
dan budayanya. Salah satu
sumber yang cukup komprehensif dalam melihat
hubungan antara manusia,
folklor, dan sains dalam masyarakat Jawa modern
adalah Mysticism in Java (Niels Mulder, 2005).
Keberadaan kedua unsur, sains
dan folklor, yang saling berhubungan ini
dapat ditemukan apabila
karya-karya yang dikaji dibedah terlebih dahulu
menggunakan analisis struktural
yang diwakili oleh analisis naratologi
menggunakan prosedur yang telah
dilakukan oleh Gerard Genette dan Seymour
Chatman dengan juga melakukan
referensi silang pada materi-materi naratologi
lain. Analisis struktural ini
penting untuk mengetahui kecenderungan perlakuan
terhadap sains dan folklor pada
tataran naratif atau tataran wacana novel-novel
yang menjadi objek penelitian
ini. Hubungan kedua unsur tersebut (sains dan
folklor) akan diteliti
berdasarkan strukturalisme genetik dan sosiologi novel yang
dikembangkan oleh Lucien
Goldmann). Secara umum, Goldmann berpendapat
bahwa karya sastra (terutama
novel) bukanlah semata hasil kesadaran individual
seorang penulis tetapi justru
mewakili kesadaran suatu kelompok atau kelas sosial.
Perubahan suatu bentuk karya
sastra (secara lebih spesifik, perubahan
11
kecenderungan naratif dalam
karya fiksi) dianggap signifikan dalam
merepresentasi pergerakan dan
perubahan kesadaran suatu kelas sosial.
Penelitian fiksi sains secara
akademis dengan menggunakan pendekatan
strukturalisme genetik dan
sosiologi novel telah digagas sebelumnya sejak dekade
1970an, terutama oleh Gerard
Klein dalam Discontent
in American Science
Fiction (dalam jurnal Science Fiction Studies, IV, No.1, Maret 1977), Darko
Suvin dalam buku Metamorphoses of Science
Fiction (1979)
yang dikembangkan
dari esai-esainya tentang fiksi
sains, dan Adrian Mellor dalam esainya yang
berpengaruh, Science Fiction
and the Crisis of the Educated Middle Class
(Pawling, Christopher (ed),
1984: 20-50), serta pula beberapa kritikus fiksi sains
lain. Bangunan teori penelitian
ini akan berdasar pada penelitian-penelitian
terdahulu oleh para penulis
tersebut, yang akan dijelaskan dengan lebih terperinci
pada Bab II.
1.6
Metode dan Teknik Penelitian
1.6.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang menjadi objek
penelitian adalah data tekstual yang terdapat
dalam novel-novel fiksi sains
Indonesia yang terbit antara tahun 2006 - 2009,
antara lain novel Lanang karya Yonathan Rahardjo (2008), ORB karya Galang
Lufityanto (2008), Lesti, Nyatakah Dia? karya Soehario Padmodiwirio
(2006),
Chimera karya Donny Anggoro (2008), Quantum Leap karya Bimo dan Gerry
Nimpuno (2008), The Messenger karya Jaf, Tuteh, Sa, dan Uyet
(2007), So
12
Real/Surreal karya Nugroho Nurarifin (2008), Hacker Rp 1.702,- karya Kukuh
Widodo (2009), dan Giganto karya Koen Setyawan (2009).
Pengumpulan data
dilakukan secara kualitatif,
tidak berdasar pada jumlah atau populasi data yang
dikumpulkan, tetapi berdasarkan
relevansi dengan rumusan masalah, yakni
adanya hubungan antara fiksi
sains dan folklor dan munculnya sikap-sikap yang
berbeda dalam narasi
novel-novel tersebut terhadap sains dan folklor.
Data yang kemudian menjadi
objek penelitian utama hanya berasal dari
tiga novel saja, yakni Lanang karya Yonathan Rahardjo (2008), ORB karya
Galang Lufityanto (2008), dan Lesti, Nyatakah Dia? karya Soehario
Padmodiwirio (2006). Walaupun
ketiga novel ini memiliki unsur-unsur sains yang
berbeda, ketiganya diikat oleh
kesamaan budaya asal folklor, yakni Jawa.
Kesamaan latar budaya ini dapat
memudahkan saya untuk melihat bagaimana
suatu budaya yang sangat
dominan di Indonesia bersikap terhadap folklornya
sendiri dan terhadap sains
modern yang direpresentasi oleh unsur-unsur sains
yang umumnya muncul pada
karya-karya fiksi sains. Selain itu, dalam ketiga
novel ini tampak jelas (secara
tekstual dan implisit) untuk menyandingkan
dan/atau mempertentangkan sains
dan folklor.
1.6.2
Metode dan Teknik Kajian Data
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis. Penelitian ini
berupaya mendeskripsikan sikap terhadap sains dan folklor
dalam hubungan antara sains
dengan folklor melalui analisis terhadap sumber
data. Data yang akan
dikumpulkan akan dianalisis secara struktural menggunakan
13
pendekatan naratologis untuk
membedah tataran naratif novel-novel fiksi sains
yang menjadi objek penelitian
ini, yakni Lanang, Lesti, Nyatakah
Dia?, dan ORB.
Pendekatan naratologis yang
digunakan adalah sebagian dari prosedur penelitian
naratologis Gerard Genette,
yang akan berfokus pada langkah-langkah yang dapat
menentukan sikap teks dan
narator, yakni mood (terutama jarak narasi/narrative
distance) dan voice (suara).
Selanjutnya, penelitian ini
menggunakan pendekatan strukturalisme
genetik dan juga analisis
aspek-aspek produksi novel fiksi sains di Indonesia
untuk membahas sikap terhadap
sains folklor dalam hubungan antara sains dan
folklor pada tiga novel yang
menjadi sumber data. Sikap yang dimaksud adalah
keberpihakan terhadap sains
atau folklor dan kompromi antara sains dan folklor.
Sikap yang telah ditemukan
kemudian akan dihubungkan dengan konteks sosial
dan budaya yang melatarinya,
untuk menentukan posisi dan signifikansi novel-
novel ini dalam ranah fiksi
sains Indonesia khususnya dan masyarakat Indonesia
pada umumnya.
1.7
Sumber Data
Sumber data penelitian ini
diambil dari novel-novel fiksi sains
kontemporer Indonesia yang
terbit antara tahun 2006 œ 2009. Peningkatan jumlah
penerbitan novel fiksi sains
pada kurun waktu ini tentunya meningkatkan
popularitas fiksi sains
sekaligus memperbesar kemungkinan munculnya
kecenderungan yang serupa dalam
novel-novel tersebut. Salah satu
kecenderungan yang kerap muncul
adalah penggabungan antara sains dan folklor,
14
yang muncul dalam kadar yang
berbeda-beda dalam novel Lanang karya
Yonathan Rahardjo (2008), ORB karya Galang Lufityanto (2008), Lesti, Nyatakah
Dia? karya Soehario Padmodiwirio
(2006), Chimera karya Donny Anggoro
(2008), Quantum Leap karya Bimo dan Gerry Nimpuno
(2008), The
Messenger
karya Jaf, Tuteh, Sa, dan Uyet
(2007), So
Real/Surreal karya
Nugroho Nurarifin
(2008), Hacker Rp 1.702,- karya Kukuh Widodo (2009), dan Giganto karya Koen
Setyawan (2009). Akan tetapi
untuk penelitian ini, sumber data telah dipersempit
menjadi tiga novel yang lebih
kental dengan hubungan antara sains dan folklore
dan juga memiliki kesamaan
dalam budaya asal folklor, yakni budaya Jawa.
Ketiga novel tersebut adalah Lesti, Nyatakah Dia? (Soehario Padmodiwirio,
2006), Lanang (Yonathan Rahardjo, 2008), dan ORB (Galang Lufityanto, 2008)
Daftar Pustaka
Adlin, Alfathri (ed.). 2007. Spiritualitas dan Realitas Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta:
Jalasutra.
Aldiss, Brian W. 1973. Billion Year Spree: The History of Science Fiction. London: Corgi
Book.
Amien, Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan
Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bainbridge, William Sims. 1986. Dimensions of Science Fiction. Cambridge: Harvard
University Press.
Buker, Derek. 2002. The Science Fiction and Fantasy Readers’ Advisory. Chicago: American
Library Association.
Chambers, Claire. 2003. “Postcolonial Science Fiction: Amitav Ghosh’s the Calcutta
Chromosome” dalam The Journal of Commonwealth Literature; 38: 58-72. Los
Angeles: SAGE Publications.
Chatman, Seymour. 1980. Story and Discourse: Narrative Structure in Fiction and Film.
New York: Cornell University Press.
D’Ammassa, Don. 2005. Encyclopedia of Science Fiction. New York: Facts on File.
Danandjaja, James. 1993. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
Geertz, Clifford. 2003. Nalar Awam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Genette, Gerard. 1980. Narrative Discourse. New York: Cornell University Press.
Goldmann, Lucien. 1975. Towards a Sociology of the Novel. London: Tavistock Publications.
Harder, Hans. 2001. “Indian and International: Some Examples of Marathi Science Fiction
Writing” dalam South Asia Research; 21: 105-119. 2001. New Delhi: SAGE
Publications.
Jackson, Rosemary. 2001. Fantasy: The Literature of Subversion. London: Routledge.
James, Edward and Farah Mendlesohn (ed.). 2003. The Cambridge Companion to Science
Fiction. New York: Cambridge University Press.
Khair, Tabish. 2008. “Indian Pulp Fiction in English: A Preliminary Overview from Dutt to
De” dalam The Journal of Commonwealth Literature; 43: 59-74. Los Angeles: SAGE
Publications.
Lufityanto, Galang. 2008. ORB. Jakarta: Tiga Serangkai.
[daftar pustaka selengkapnya tertera dalam hardcopy]