Pages

Search Here

Pasar Malam Reboan: “Reboan” Lahir Juga

http://beritapasarmalam.blogspot.com/feeds/posts/default

(Paguyuban Sastra Malam Rabu)
Reported by blue4gie & Ilenk

Hujan yang mulai mengguyur sejak pukul 17.00 di seputar Wapres (Warung Apresiasi) Bulungan, Blok M, Rabu malam (30/4) lalu menerbitkan khawatir juga, karena pasti yang akan hadir terjebak macet. Dua wanita cantik duduk berseberangan, menggigil karena terkena percikan hujan sambil menyedot rokoknya. Salah satunya menyapa, dan ketika saya menengok ternyata Randurini, penyair yang lama tak terdengar suaranya karena waktunya tersita oleh pekerjaan. Satunya lagi, Kelana yang biasa dikenal dengan id-nya Mawar Rambat juga asyik menikmati kopi panas yang baru dipesannya.

“Menarik acara seperti ini,” kata Randurini yang mengaku sudah lama tak menginjakkan kakinya di Wapres. Salah satu penyair cybersastra ini tak sempat mengikuti acara hingga selesai karena ada keluarganya yang sedang dirawat di rumah sakit. “Salam buat Anya ya,” ujarnya usai menyantap sepiring nasi goreng. Anya Rompas, pendiri milis Bunga Matahari datang tak lama setelah Randu pergi, dengan ceria di wajah meski sempat terjebak macet di jalanan.

Begitulah sebagian suasana menjelang berlangsungnya Reboan, acara sastra bulanan di Wapres yang digagas oleh Paguyuban Sastra Rabu Malam (Pasar Malam). Nama Reboan ini hasil temuan Yoyik Lembayung, salah satu pengelola Wapres yang menyediakan arena berekspresi dan berapresiasi dengan gratis kepada Pasar Malam. Suatu langkah yang sangat menyejukkan bagi perkembangan dunia sastra yang terasa agak menjauh dari masyarakat. “Makanya tepat jika Pasar Malam ingin mendekatkan sastra dengan masyarakat,” ujar Yoyik yang juga pencipta lagu dan pemain teater.

Alam berbaik hati, sebelum jarum jam tunjuk pulul 19.00 hujan berhenti. Satu per satu pengisi acara dan undangan berdatangan. Termasuk Yonathan Rahardjo, pak dokter hewan, yang turun dari taksi dengan baju basah sambil menenteng tas yang rupanya berisi “anaknya yang baru lahir” si Lanang. Novel pemenang harapan II Lomba Cerpen DKJ ini akan diluncurkan pada 23 Mei 2008 di Graha Cipta III, Taman Ismail Marzuki. Disusul oleh Budhi Setyawan, Nina Yuliana, Sahlul, Ndaru, Setyo Bardono yang segera ganti baju dengan kaos Pasar Malam yang sudah disiapkan Dian Ilenk.

Di panggung, awak Rich Band sibuk memasang peralatannya sekalian check sound, sedang Dedy Tri Riyadi sebagai mandor acara mondar-mandir bersama Feby dan Vivi yang jadi MC untuk mengatur ulang jadwal karena ada pengisi acara tak bisa hadir atau terlambat.

Terlambat satu jam dari jawal, mulailah Reboan pada 20.00 dengan penampilan Rich Band yang asuhan Akmal Nasery Basral, cerpenis dan wartawan yang rupanya tak bosan menularkan ilmunya ke anak muda. Band ini juga yang menutup acara dengan bebeberapa lagunya.

Banyak Pintu

Dari Pasar Malam, diwakili Johannes Sugianto, ucapan selamat datang dan terima kasih buat semua yang hadir mengawali rangkaian acara. Singkat saja, tentang niat beberapa pecinta sastra untuk mendirikan “panggung” bagi semua, untuk mengenalkan sastra agar lebih dekat dengan masyarakat. Maka lahirlah Pasar Malam, dan Reboan yang digelar perdana malam itu adalah salah satu agenda kerjanya. Reboan adalah salah satu pintu dari banyak pintu untuk menuju sastra.

Acara terus bergulir, seiring datangnya undangan yang memenuhi setiap sudut Wapres. Kopi dan teh menemani jajanan pasar yang memang disediakan untuk pengunjung. Tampak Hudan Hidayat bersama Wicaksono Adi, Kurnia Effendi, Olin Monteiro, Henny Purnamasari, Anuf Chavidy, para anggota milis Bunga Matahari, Apresiasi Sastra, Kemudian.com dan lainnya. Pengisi acara seperti Clara Sinta, Slamet Widodo dan Mata Kail yang akhirnya datang juga membuat lega panitia. Eifel Band tidak jadi tampil karena orang tua salah satu anggotanya mendadak sakit. Slamet Widodo sendiri, yang tidak jadi manggung dan puisinya dibawakan secara musikal oleh Herwin sambil memetik gitar dengan iringan drum oleh Henri Wong semula juga tidak akan datang karena ibunya sakit.

Mata Kail (David, Ichang, Tony dan Iqbal) menampilkan pembacaan puisi secara bergantian. Di panggung mereka menyalakan kompor dan menaruh, kemudian membaca 2 buah puisi bergantian satu. Sesekali dengan gerakan tepuk tangan di kaki, dan yang membuat surprise adalah sehabis dibaca lembaran kertas yang berisi puisi disobek kemudian digoreng di wajan dengan nyala api kompor. Kemudian pengunjung dipersilahkan mencicipi “gorengan puisi” ini.

Penampilan berikutnya Sahlul Fuad yang sering dipanggil Caklul membaca puisi dengan diiringi biola Anom SP, konsultan yang juga pengarang lagu. Iringan musik ini juga dilakukan oleh Akmal Nasery Basral yang mengaku baru pertama kali membaca puisi di panggung. Sebanyak 4 puisi dibacanya (”Susu Sepi” Utk Jokpin, “Pelajaran Biologi”,”Tarian Paus” dan “Vertigo). Puisi terakhir, Vertigo dibawakan dengan iringan Rich Band.

Sedangkan Sihar Ramses Simatupang juga diiringi keyboard oleh Anom SP saat membawakan “Persetujuan Dengan Bung Karno” karya Chairil Anwar yang ulangtahunnya, 28 April diperingati secara khusus setiap tahunnya oleh para insan sastra. Puisi “Doa Buat Indonesia” karyanya sendiri dibawakan tak kalah memukaunya. “Sihar berpendapat, pembacaan puisi adalah menyampaikan pesan,” ujar Dorothy Silalahi (Ochi), moderator Apsas yang duduk di samping Yo.

Para pembaca puisi lainnya yang tampil adalah Zai Lawanglangit dengan dua puisinya. Clara Sinta, artis film yang puteri Rendra membawakan dua puisi Johannes Sugianto “Microsoft Cinta” dan “Doakan Mak”. “Saya suka puisi mas Yo karena kesederhanaan yang ada pada setiap katanya, yang tidak dibalut dengan rumbai-rumbai,” katanya.

Lain lagi Rudi Fofid, sastrawan dari Maluku yang sengaja menunda kepulangannya untuk hadir di Pasar Malam dan membawakan puisinya “Sayang Kau Belum Pernah Ke Kampungku” dengan indah. “Saya jadi terinspirasi untuk membuat Pasar Malam alias Paguyuban Sastra Maluku Ambon Manise,” ujarnya disambut tepuk tangan hadirin.

Penulis novel, Fradhyt Fahrenheit turut naik panggung, mempromosikan buku keduanya “Beauty for Killing” yang telah mengalami cetak ulang. Penulis dengan rambut pirang ini juga akan menulis buku puisi.

Selanjutnya, Pakcik Ahmad membaca “Seminggu Setelah Kau Wafat”, Seratus Hari Setelah Kita Wafat”, dan “Soneta Tentang Tidurmu”. Iringan bansi mendayu dari lagu mp3 membuat tampilan bapak dua anak ini lebih elok.

Kemudian , Arie Urban dan Ryan dari Komunitas Sastra Jalanan Indonesia (KSJI) , yang akan launching buku di museum Fatahilah pada bulan Mei. Sajak “Anak Trotoar” dibacakan oleh Arie Urban dengan penuh getar mengglegar..dar.. dar, diiikuti sajak kedua “Mantra Jalanan” oleh Ryan dan Arie Urban dengan bergantian , suatu puisi parodi yang terjadi merekam kejadian di jalanan dan di bis kota.

Danielle dari milis Bunga Matahari membacakan puisi berjudul “Bony & Clyde” dengan mantap. Diawali teriakan selamat malam yang menggelegar dengan ekspresi yang menggetarkan. Menarik, tak ubahnya Evi Widya Puteri alias Widy dengan dua puisinya, salah satunya “Potret Keluarga”.

Lain lagi dengan Budhi Setyawan, pegawai Departemen Keuangan ini, ia mengawali dengan gaya bicara ala SBY sebelum membawakan dua buah puisinya dengan judul “Kata Pengantar” dan “Nada-nada yang Berebut Dalam Lagu”.

Setyo Bardono juga tidak mau kalah. Penyair ini dengan membawa tas diselempangkan di dada membacakan dua puisi, salah satunya “Si Tua Holeg “, tentang kereta api yang setiap hari dia tumpangi. Lalu, Amien Kamil membacakan puisi, dimulai dengan dendangan lagu daerah, dua puisi dibacakan dengan irama reggae, disusul Fahmi Amrulloh yang penyair dari Jombang, Jawa Timur.

Tak terasa, jam 23.00 telah terlewati sedikit. Backdrop Pasar Malam yang dirancang dengan apiknya oleh Zai Lawanglangit (juga membacakan dua puisinya “Entah, Cinta Yang Mana Kau Genggam” dan “Bayang-Bayang”) diturunkan, untuk dipasang kembali pada 28 Mei mendatang di tempat yang sama. Beberapa pengisi acara menyatakan siap tampil kembali, seperti Slamet Widodo, Clara Sinta dan Rich Band.

Tinggal menanti tanggal 28 Mei 2008 mendatang, Reboan akan tampil lebih baik dan rapi, dengan pengisi acara beragam seperti Binhad Nurrohmat, yang kemarin harus ke Lampung, bersama para penyair atau cerpenis lainnya. Tentunya, dengan keriuhan hadirnya para anggota milis serta komunitas sastra lainnya.

Sebagai penutup laporan, berikut ini kesan dari dua tokoh yang berhasil dimintai pendapatnya sebelum usai acara. Sampai berjumpa di Reboan mendatang. (blue/ilenk)

No comments: