Pages

Search Here

Akmal Nasery Basral: ‘Menggoreng’ Sajak di Pasar Malam

Koran Tempo

Saturday, May 03, 2008
(Paguyuban Sastra Malam Rabu)
Bung Karno!/ Kau dan aku satu zat satu urat/ Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar/ Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh

Penyair-prosais Sihar Ramses Simatupang membacakan puisi Persetujuan dengan Bung Karno karya Chairil Anwar itu dengan lantang di Warung Apresiasi Bulungan, Rabu malam lalu. Acara malam itu menandai lahirnya Paguyuban Sastra Rabu Malam (Pasar Malam) yang berikhtiar menggelar pentas sastra secara rutin pada hari Rabu terakhir setiap bulan.

Digagas oleh sejumlah penyair dan pegiat sastra, seperti Johannes Sugianto, Zai Lawanglangit, Yonathan Rahardjo, Budhi Setyawan, Dian Ileng, Sahlul Fuad, dan Dedi Tri Riyadi, acara ini bergulir dari keprihatinan terbatasnya jumlah pentas sastra. “Acara-acara yang sudah ada biasanya lebih memprioritaskan sastrawan yang sudah punya nama,” Johannes Sugianto, koordinator paguyuban, mengungkapkan.

Di Pasar Malam, menurut dia, semua bisa tampil. Dan tidak barus membacakan sajak. Maka malam itu suara musik dari band pop-rock asal Jakarta, Rich, pun mengentak. “Kami berterima kasih atas inisiatif panitia yang mempertemukan asatra dan musik dalam satu panggung,” ujar Gibran Aribaswara, 23 than, vokalis Rich.

Mereka memperdengarkan lagu ciptaan sendiri berjudul Cinta. Meski terasa asing di telinga, nomor pembuka bernuansa britrock tersebut justru berhasil menjadi appetizer yang mampu menghangatkan suasana setelah Jakarta diguyur hujan lebat.

Setelah itu, satu per satu penyair naik panggung. Dari yang sebelumnya hanya berani memampangkan karya di mailing list sastra sampai yang sudah kenyang makan asam garam pementasan, seperti Sihar Ramses dan Amien Kamil, yang belum lama ini meluncurkan antologi Tamsil Tubuh Terbelah. Ada pula pembaca saja, Fahmi Amrulloh, yang datang langsung dari Jombang.

Mereka membaca sajak dengan gaya masing-masing. Sahlul, magister antropologi dari Universitas Indonesia, membacakan sajaknya diiringi alunan biolin Anom S.P. Penyair Slamet Widodo, yang dijadwalkan tampil, mempercayakan sajaknya “dibacakan” melalui interpretasi bluesy yang rancak dari kolaborasi Herwin (gitar, vokal) dan Henry Wong (drum).

Yang lebih nyelneh adalah Yonathan Rahardjo, yang biasanya atraktif membacakan sajak-sajaknya di panggung. Kali ini Yonathan, salah seorang pemenang sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 2006, justru mempromosikan novelnya yang baru keluar dari percetakan hari itu.

Lebih unik lagi penampilan tiga pegiat sastra dalam Mata Kail, yang membawa kompor minyak tanah sekaligus menyalakannya dipanggung. Ketiganya duduk mengitari kompor, bersuluk kata, membuat syair, disimbolkan lewat banyak gumplan kertas, lantas disangrai (digoreng tanpa minyak) yang menimbulkan aroma hangus yang khas dari kertas yang tercumbu api.

Setelah itu, mereka turun ke arah penonton, menawarkan “sajak goreng”, yang fresh from the kompor tersebut.•Akmal Nasery Basral

No comments: