Pages

Search Here

Pro Kontra: 41-85

message 41: by Inez 05/25/2008 09:00AM ya asiknya sih lanjut ya Chau. wong sudah digelar. kan niatnya untuk pembelajaran tho? bukan tawuran? huehehe. wong sudah digelar masa' setengah-setengah? hidup itu bukannya sekolah yang gak pernah selesai, Chau? so, di mana aja memang jangan sampai berhenti belajar?
.
message 42: by Windry (last edited 05/25/2008 09:08AM) 05/25/2008 09:04AM maksud bitchy di atas itu begini mba: buku yang sama jika dibaca ulang setelah rentang waktu tertentu (mungkin) menghasilkan penilaian yang berbeda sesuai perubahan standar si pembaca. tapi sayangnya, buku tersebut tidak berada di tangan saya saat ini, sehingga saya belum berjodoh menjawab pertanyaan si Paman. akan memudahkan kita untuk meneruskan diskusi ini jika si Paman mau mengutip beberapa kalimat di Olenka yang menurut dirinya bisa disandingkan dengan ketidakrapian berbahasa yang terjadi di Lanang. sebuah novel tetap menjadi novel. kalau kemudian gaya bahasa yang digunakan puitis, karya itu (menurut saya) tetap menjadi novel dan hal-hal mendasar dalam menuliskan sebuah prosa tetap berlaku.
.
message 43: by chaula 05/25/2008 09:05AM ok sipsip... diriku sih gak yakin selesai malam ini *mba Inez dah baca review Lanang yang baru kah? (makin kaya dengan banyak bahan kanan kiri deh deh)..diriku menunggu besok datang, menunggu pembelajaran bab yang satu ini makin ok-ok. kalimat terakhirmu kok persis dosen psikolog kampusku yak? ^^ mba Inez lagi cari buku om Afrizal, btw?
.
message 44: by Au 05/25/2008 09:08AM iyak, Wind, besok kita serah terima Olenka deh deh... biar dirimu bisa menjawab pertanyaan Pakcik :D *mengikuti jejak Chau jadi perusuh sekaligus menyerap ilmu :p*
.
message 45: by Windry 05/25/2008 09:10AM hehehe semoga besok editingku sudah selesai, Yu (agak ragu sih). hanya berbeda seminggu saja, naskahku terlihat ngga oke. :D nah, kan ... diriku ini bertambah bitchy dengan cepat *narsisss*. naskah sendiri saja di-bitchy-in :D
.
message 46: by chaula 05/25/2008 09:11AM hoo kalian mau ketemuan? makan-makan? bantal dan lesehan? mmaaauuuu...ikutaaan iyak mba ayu, forum yang kali ini memudahkan diriku buat donload ilmu deh aw ^^
.
message 47: by Inez 05/25/2008 09:13AM ya memang begitu yang saya tanyakan (ke Paman) tho Win? pertanyaan itu memang untuk Paman. mengapa menyandingkannya dengan Olenka dan juga mengapa Lanang disebut novel puisi? lebih asik kan kalau diskusi didasari oleh argumen-argumen yang menguatkan? hehehehe... oh bitchy tu gitu tho... Chau: gitu ya? wah, saya salah sekolah dong kalo' gitu :D
.
message 48: by Inez 05/25/2008 09:17AM oh ya, berarti si bitchy itu bisa dipake' juga di puisi ya? sebab salah satu ciri-ciri puisi adalah setiap kali dibaca bisa menghasilkan makna yang berbeda/baru. dannn... novelnya Pak Iwan "Ziarah" itu juga begitu. setiapa kali membaca, ya mendapatkan hikmah yang baru.
.
message 49: by Windry (last edited 05/25/2008 11:27AM) 05/25/2008 09:17AM eh iya juga ya, mba. oh malam makin larut ... kerjaan belum tuntas
.
message 50: by chaula 05/25/2008 09:22AM "...diskusi didasari oleh argumen-argumen yang menguatkan..." hyups hyups ok! hayoo disharing lagi... *mba ayu masih ikutan diriku ngunduh ilmu? :p mba Inez:hoo, dirimu tanpa sekolah bisa jadi psikolog deh.(trus diriku ngapain kuliah yak? wakakaka makin larut makin error >,< )
.
message 51: by Windry (last edited 05/25/2008 09:26AM) 05/25/2008 09:24AM hooo pak Iwan memang hebat, mba. makanya masuk buku pelajaran *ngga nyambung dot kom*. sebenarnya bitchy bisa juga diartikan perubahan standar. lebih ditujukan untuk pembaca. dosenku kerap bilang, "setelah diracuni di kampus selama empat tahun, silakan kunjungi ulang karya arsitektur yang dulu kau anggap hebat dan lihat apakah penilaianmu berubah." yang normal, akan terjadi perubahan penilaian. jika tidak terjadi, ada dua kemungkinan: standar penilaian kita yang tidak berubah atau standar penilaian kita berubah tapi belum cukup tinggi untuk menghadapi karya oke tersebut :D
.
message 52: by Au 05/25/2008 09:24AM tentu masih Chau :D
.
message 53: by Inez 05/25/2008 09:27AM Chau: saya tadi cuma "ngibul" saja kok. huehehehe... saya malah saking capeknya suka jadi gak bisa tidur. itu loh, Chau, nyari baju batik model baby doll yang lagi in itu. hahahaha... *makin malam makin ancur* udah ah. ngawur-ngawur kok di rumah orang. rebahan dulu ya. nite nite...
.
message 54: by Pakcik 05/25/2008 07:01PM Duhai semuanya.. Bagaimana kalau kita pindah ke kamar yang lebih cocok untuk diskusi ini ?. Kita biarkan rumah jeng Windry ini rapih dan bersih, kita pindah ke kamar yang baru saja saya sewa ini : http://www.goodreads.com/topic... Saya jadi senang untuk melanjutkan diskusi ini, tapi sayangnya saya lupa membawa Olenka. Jika semua khalayak berkenan, kita berbincang di kamar tersebut. salam Daun Sirih pakcik Ahmad (homo sapiens asli, bukan makhluk hasil transgenik)
.
message 55: by Inez 05/25/2008 08:30PM kalo' Windry gak keberatan kita diskusi di "rumah"nya, ya gak papa aja kali ya, Paman. udah asik nih di sini :D
.
message 56: by Windry 05/25/2008 08:40PM aku ndak keberatan kok. makin rame makin cihuy *perempuan kesepian*
.
message 57: by Kinu 05/25/2008 08:52PM di sini saja diskusinya, sudah pewe neh *penonton sejati*
.
message 58: by Pakcik 05/25/2008 09:10PM Apa yang harus kita diskusikan ? Kita mulai darimana lagikah diskusi ini ?
.
message 59: by Inez 05/25/2008 09:15PM ya lanjutkan saja, Paman. kenapa menyandingkan Lanang dengan Olenka? kenapa Lanang disebut novel puisi? begitu kan argumen yang sudah tergelar? :D *alah, jadi inget yang jualan minyak wangi Arab kalo' lagi pas sholat Jum'at :D*
.
message 60: by Windry 05/25/2008 09:31PM eh diriku barusan dikritik kinu (off record sebelumnya) ... diriku kan menulis "mau bagaimana lagi, mba. kalau naik busway, tulisan di loketnya aja salah." (silakan cek halaman2 sebelumnya). kalimat di atas itu tidak tepat. kosa kata yang tepat adalah 'bis transjakarta' karena 'busway' adalah jalan khusus yang dilalui kendaraan tersebut. nah, di sini pentingnya editing setelah penulisan. kekeliruan pemakaian kosa kata semacam ini terjadi beberapa kali di dalam lanang. seandainya ada proses editing lebih lanjut, tentu lanang akan hadir lebih oke dibandingkan kalimat saya di atas :D
.
message 61: by Inez 05/25/2008 09:35PM ya Windry. saya juga agak "gemes" membaca busway itu yang seharunya bus transjakarta. juga "no offence" yang seharusnya "no offense"? ;-)
.
message 62: by Windry 05/25/2008 09:38PM iyak pun pakai 'se' sebenarnya bus atau bis ya? *nyontek kamus* oh ... bus. kalau bis nanti dirujukkan ke bus :D tapi kalau di kamus seperti itu, apakah berarti dua-duanya baku ya? atau tidak? *ini jadi belajar ngedit*
.
message 63: by Inez 05/25/2008 09:42PM ya secara diriku bukan pakar tata bahasa, jadi ya nurut saja sama yang tertera di kamus. huehehehe. kayak nurut sama pemerintah dalam hal melihat hilal. *ahahahaha... makin mbeleber?*
.
message 64: by Windry (last edited 05/25/2008 10:07PM) 05/25/2008 09:45PM ndak mba, aku jadi ingat hal-hal yang temanku ceritakan. perihal pembakuan kata-kata oleh sejumlah penerbit yang dilakukan karena dasar 'sering dipakai.' bis memang lebih lazim dalam bahasa lisan. mungkin, bis tetap ditulis di kamus untuk alasan lain: memberitahu para pemakai kamus bahwa bis tidak baku dan pembaca diminta memeriksa bus. *makin ngga penting dipikirin*
.
message 65: by Pakcik (last edited 05/25/2008 11:51PM) 05/25/2008 11:49PM Novelpuisi ini hanya istilah yang aku ciptakan untuk kebutuhanku menggambarkan novel Lanang itu. Lebih jauh lagi, sekali lagi ini adalah interpretasiku terhadap novel tersebut, novelpuisi secara mudah aku artikan sebagai sebuah novel yang memiliki ciri-ciri sebuah puisi. Ciri-ciri sebuah puisi seperti apa ? Bila ada yang bertanya demikian aku akan menjawab, lagi-lagi berdasarkan pemikiranku saja, bahwa ciri-ciri puisi yang aku maksud adalah "estetika di luar teks" yang mampu mengambang ke permukaan. Sementara mengapa aku menyandingkan Lanang dengan Olenka adalah lebih disebabkan kesamaannya saja. Bahwa Olenka dan Lanang ditulis dengan gaya bahasa yang tidak lazim dan kedua novel tersebut juga dipenuhi metafora. Bukankah kedua hal tersebut yang dirajang habis oleh Windry ? Bisakah ditunjukkan ? Tidak bisa, karena saya tidak membawa novel Olenka tersebut dan saya tidak hafal isi novel tersebut. Selanjutnya diskusi ini akan saya teruskan saja di kamar yang sudah saya sewa. Dengan tujuan agar ada satu kamar yang memuat banyak pemikiran tentang Lanang. salam pakcik
.
message 66: by Windry 'dirajang habis oleh windry' hehehehe ... kalimat yang menarik. saya lebih banyak membahas tata bahasa dan detil, Paman. bukan gaya bahasa. saya sudah bilang di atas, metafora masalah selera saja. walaupun puitis, hal-hal mendasar dari sebuah novel ingin saya timbang sebagai sebuah prosa. saya berpendapat bahwa prosa memiliki kepentingan di kejernihan bahasa dan kelugasan. sekali lagi, tidak ada hubungannya dengan gaya bahasa (liris adalah salah satu jenis POV kok). hal-hal itu menyangkut tema, deskripsi, dialog, penokohan, plot, dan penggunaan bahasa. tema, misalnya. saat saya mengetahui latar belakang tokoh lanang, saya mengharapkan pengalaman membaca seperti saat saya membaca million dollar baby (petinju, cutman, manager). saya berharap dikasih camilan menarik yang hanya diketahui oleh dokter hewan. saya beri contoh. seorang teman saya bekerja di bidang farmasi. dia bisa saja membuat cerpen tentang seorang apoteker yang jorok, doyan makan singkong dan mengisi kapsul obat dengan tangan berminyak. atau seorang aktivis partai yang membagikan aqua fauzi bowo saat pengajian menjelang pernikahan anaknya. atau arsitek yang membuat tangga buatannya cacat agar si penghuni tersandung dan mati. dunia kedokteran hewan itu sendiri, bagi saya, bukan suatu profesi yang asing. saya kerap bermain ke peternakan cacing saat masih kecil, memperhatikan ortu saya praktik etc, sehingga wajar saja saya berharap lebih dari sisi itu. apakah gaya puitis dalam bercerita memang bisa dijadikan pembelaan terhadap hal-hal seputar logika (logika cerita, maupun logika bahasa)? banyak detil yang perlu ditinjau ulang dalam novel om Yon. dalam hal dialog. saya merasa janggal melihat dunia di mana peternak bersajak dan para ahli kedokteran berbicara tidak logis seputar evolusi (kasihan kan, darwin menciptakan teori ini susah-susah untuk diabaikan). lain hal kalau yang bersajak itu narator. narator sih bebas-bebas saja. saya yang masih amatir ini membaca di beberapa sumber bahwa dialog bisa dimanfaatkan untuk menggambarkan karakter tokoh. alangkah menyenangkannya jika kita jadi menambah pengetahuan gaya bicara peternak sapi perah saat membaca lanang. belum lagi kalau membandingkan dialog-dialog antar tokoh lainnya. (jangan salah paham. saya berpendapat begini, bukan berarti saya sok bisa. saya justru berharap belajar dari bacaan-bacaan yang saya temui). etc. nah, tentang Olenka. seingat saya (buku itu juga tidak berada di tangan saya saat ini), budi darma cenderung modernis, seperti halnya Nh. Dini dan teman-teman generasi mereka. modernis mengutamakan kejernihan bahasa (kebanyakan dari karya mereka berbentuk seragam, maka mereka akan kuat di isi/ fungsi, bukan bentuk). lanang (kalau saya boleh berpendapat) cenderung banyak bermain bentuk. tapi marilah kita tidak memusingkan pengklasifikasian yang bikin mumet ini. sebuah prosa posmo pun (ekstrim saja-lah, prosa dekons misalnya) tetap mempertahankan kejernihan. misal, cerpen-cerpen Joni Ariadinata atau Puthut Ea atau Ugoran Prasad. (yah, saya ulangi lagi deh contoh yang ini). kalimat-kalimat tanpa subyek itu sah-sah saja hadir di sebuah prosa. dan seharusnya, kalau penulisnya mengerti bagaimana cara memakai kalimat jenis ini, tulisannya akan tetap jernih. pembaca tetap tahu siapa subyek yang dimaksud dan tidak timbul kerancuan. ini hanya salah satu contoh saja. tapi marilah, kalau sudah memangku Olenka ... mari kita copas kalimat-kalimat yang ingin disandingkan dengan lanang. saya tidak pernah menilai karya dengan terlebih dahulu melihat penulisnya. bagus ya bagus. kurang oke ya kurang oke. sederhana.
.
message 67: by Kinu wah menarik menarik *mengelus2 jenggotnya pak janggut*. Pakcik menemukan estetika di luar teks yang mampu mengambang di permukaan (?) di novel ini. wah, pasti oh so berat yak. kalau pada puisi (bukan novel puisi :D ), estetika di luar teks itu memang ada kan ya, Pakcik? misalnya pada sajak-sajak Afrizal yang katanya gelap, kita tidak selalu mengerti artinya tetapi seringkali perasaan kita tergugah ketika/setelah membacanya. sementara prosa mempunyai faktor-faktor yang agak berbeda (atau malah berbeda?) dengan puisi. nah, ini pertanyaan saya, Pakcik. saya juga belum membaca Lanang. hanya ingin bertanya saja. seandainya faktor-faktor pembentuk estetika tadi (yang sejatinya adalah kumpulan kata-kata) dirasa pembaca "mengganggu", apakah bisa melahirkan estetika? satu lagi Pakcik, estetika di luar teks yang bagaimanakah yang Pakcik dapatkan dari membaca Lanang? maap yak saya kebanyakan nanya, maklum anak masih bau kencur :D
.
message 68: by Caklul (last edited 05/26/2008 04:15AM) Beruntunglah kau, Windry, dengan lahirnya karya Lanang ini. Seandainya tidak ada gaya seperti Lanang, khazana bahasamu tidak akan pernah berkembang. Justru, salah satu kekuatan dari novel ini adalah dari gaya bahasa ini. Naif sekali jika bahasa Indonesia terus mengalami kemrosotan keindahannya karena karya-karya yang tidak mengindahkan bahasanya... (lebih jelasnya simak komentar mbak Inez sebelumnya). Alangkah miskin pengalaman bahasa kita selama ini, jika tidak ditunjang dengan produktivitas para sastrawan, termasuk penyair, dalam mengucapkan sesuatu. Saya teringat pidato Daud Yoesoef, Mantan Menteri P dan K, dalam sambutan pengumuman Sayembara Novel DKJ 2006 waktu itu. Bangsa Indonesia justru lebih tertarik mengejar-kejar bahasa asing. Sekolah-sekolah kini lebih mengemukakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia yang kita pakai sehari-hari. Dari aspek bahasa, pengalaman apa yang bisa kita peroleh dari bacaan-bacaan kita selama ini, tak lain pengucapan bahasa secara standar. Apakah dengan pengucapan bahasa standar tersebut mampu menyentil kesadaran kita untuk meningkatkan peradaban bahasa kita? Saya tidak yakin. Pengalaman pribadi saya belum pernah merasakan sentilan itu, selain dari membaca karya puisi dan prosa bermutu. Dengan demikian, apakah dengan pengucapan bahasa standar mampu mendobrak kebekuan bahasa Indonesia, yang semakin ditindas lewat chating, sms, dan bahasa-bahasa gaul itu? Misalnya, seseorang yang suka abai terhadap karya puisi, lalu kita diberi sebuah puisi, apa tanggapannya kira-kira? "Entahlah, aku tidak paham bahasa seperti ini". Lalu, siapa yang suka dengan ungkapan-ungkapan seperti karya puisi? Saya kira, mereka adalah kebanyakan orang-orang yang mempunyai informasi yang jauh lebih banyak dari kebanyakan orang. Mereka yang mempunyai imajinasi yang lebih jauh dari kebanyakan orang. Satu hal lagi, jika seseorang yang kurang mempunyai informasi, pemahaman, atau wacana (diskurs) tentang filsafat, politik, dan pengetahuan umum lainnya secara kritis, akan merasa kesulitan menangkap pesan yang terkandung dalam Novel Lanang...
.
message 69: by Windry (last edited 05/26/2008 04:27AM) menanggapi paragraf I: indah asal tepat guna tidak akan menjadi masalah menanggapi paragraf II: saya tidak pernah mengungkit-ungkit masalah produktivitas penulis lanang. saya sih cinta bahasa indonesia karena guru-guru bahasa saya dulu ganteng-ganteng. menanggapi paragraf III: justru karena berhubungan kuat dengan kesadaran berbahasa, maka saya mempermasalahkan tata bahasa lanang. apalagi ada embel2 pemenang sayembara dan dibentengi 12 pujian. anak k.com bodo macam saya bisa mengira susunan bahasa indonesia yang benar adalah yang seperti itu nanti. menanggapi paragraf IV: errr out of topic menanggapi paragraf V: saya tidak pernah mempermasalahkan 'pesan' yang ingin disampaikan penulis lanang. yak, mari lebih fokus lagi melanjutkan diskusi ini.
.
message 70: by Caklul "maka saya mempermasalahkan tata bahasa lanang." Ayo Windry, tampilkan seluruh fakta yang "hancur" itu. Berapa persen "kehancuran" dari novel itu? Apakah persentasenya sudah sangat layak untuk membuang bacaan itu....
.
message 71: by Windry (last edited 05/26/2008 04:49AM) saya pernah bilang 'membuang' novel lanang? ada kata 'hancur' di atas? hehehe, saya tidak sekejam itu.
.
message 72: by Caklul HAHAHAHAHAHAHA... Windry... Windry...Naif sekali... kata dengan tanda kutip "hancur" adalah bahasaku, windry... Tekstualis sekali kau... sedikit berkontekstuallah... Maksud saya, saya ingin Windry menampilkan semua hasil temuan Windry terhadap kesalahan (dalam istilah saya "kehancuran") tata bahasa dalam novel lanang itu... Lalu, kita hitung seberapa parah kesalahan tersebut, sehingga kita tahu bahwa perdebatan tentang tata bahasa dalam novel lanang ini menjadi penting atau tidak... Apakah sudah sudah jelas, Windry.... Hahahahahaha
.
message 73: by Inez hanya ingin berkomen. diskusi ini "murni" ingin membahas karya kan ya? bukan "memaksa" orang untuk mengatakan bahwa karya ini bagus menurut gue jadi menurut loe juga harus bagus? atau karena ini karya temen gue jadi loe jangan macem-macem menilai karyanya? atau yang bilang karya A jelek berarti orang bodo dan tidak mengerti sastra dsb, sedangkan yang bilang karya itu bagus, sudah pasti pinter sastra dsb? gak gitu kan? melainkan bagaimana pembacaan si A, si B, si C terhadap suatu karya tho? (saya benar-benar BERTANYA lho). dan tentunya hasil pembacaan itu tidak akan sama kan? dan kita harus menghormati pendapat/hasil pembacaan orang setiap orang kan? dan yang lebih penting lagi, menghormati perbedaan jreng? karena ini diskusi, maka memang lebih baik kalau pendapat-pendapat yang dilontarkan disertai dengan fakta-fakta yang mendukung. ya nggak usah semua kali ya. beberapa fakta yang mewakili saja lah. gitu gak sih? ting tong...ting tong
.
message 74: by Pakcik (last edited 05/26/2008 07:47PM) Windry : Iya tatabahasa, bukan gayabahasa. Maaf ya.. Terima kasih saya jadi banyak tahu teori dalam menulis sebuah prosa. Win, saya juga tidak pernah mengatakan buku itu bagus hanya karena nama penulisnya. Bahkan saya juga tidak berani mengatakan ke orang-orang bahwa "mereka yang mengatakan suatu karya bagus" itu memiliki penilaian yang cacat, hanya karena saya berbeda visi. Kinu : Aku menjawabnya di kamar yang satu itu saja ya Nu.. Simbok: Wah kayaknya ndak ya mbok.. Aku sih sedari mula hanya berniat belajar dengan berdiskusi kok. Berdiskusi yang tidak memaksakan sesuatu harus dikatakan bagus kepada mereka yang mengatakan buruk.
.
message 75: by Inez 6 hours, ya bagus kalau gitu, Paman. aku juga cuma ingin diyakinkan saja kok bahwa diskusi ini tidak dilandasi oleh hal-hal yang aku tanyakan tadi.
.
message 76: by Kinu (last edited 05/26/2008 08:03PM) pakcik: saya sudah melihat kamar sebelah yang pakcik maksud tapi tidak menemukan tulisan pakcik mengenai estetika di luar teks yang mampu mengambang di permukaan yang pakcik temukan di novel ini. saya akan membaca tulisan-tulisan pakcikdi tempat lain itu tapi karena bibit-bibit diskusi dimulai dari tempat ini, saya akan mereply di sini :) mbak Inez: saya juga punya pertanyaan yang sama dengan mbak Inez :)
.
message 77: by Pakcik Kinu : Hehehe...ya belum ada. Wong belum aku tambahi tulisan yang di sebelah itu. Masih belum bisa ngatur waktu menulis. Ya sudah kalau gitu, kita mundar mandir aja ke sini dan ke kamar sebelah.
.
message 78: by Ahmad hahaha... asik juga jadi pendengar setia obrolan kalian, Om-om, Tante-tante...
.
message 79: by chaula (last edited 05/27/2008 01:30AM) hmhmhm... diriku penonton sejati pun di sini sambil terkagum membaca pertanyaan mba Inez ^^ setuju sangat mba *_~
.
message 80: by Ahmad Novel lanang memang mantap. Bener-bener ide om Yo yang genuine. Sayang, Kang Yusi dan Lisa di diskusi kemarin ga banyak nangkap ide-ide ga verbalnya Om Yo. Mengkaji karya sastra kok konservatif.
.
message 81: by Ermaprodita hihihi...gw juga hadir pd peluncuran novel lanang itu., baru pertama kali gw ikuti acara peluncuran semua pembicaranya menyerang habis buku yg dibahas dan tidak ada pembicara yg membela, berpandangan positif.. ini peluncuran atau bantai buku?!, aneh sekali!!!.kekekeke..yg paling aneh itu dewan kesenian jakarta, pemenang lombanya sendiri tapi dibantai sendiri, tidak dicarikan pembicara yang bermutu!haha..maka gw lihat pengarangnya ogah nanggepin omongannya pembicara satu persatu.tapi dia milih deklamasi utk kritik pembicara dan dkj sekalian promosi buku sebgai wakil penerbit yg menyelenggarakan diskusi itu. honor utk pembicara itu dari mana sih?. paling ya dari penerbit itu, pembicara gak tau diri gitu kok dipilih. padahal diskusi novel pemenang dkj yg lain selalu ada juri yg mempertanggungjawabkan pilihannya.hahaha... blunder bagi dkj utk menunjukkan afiliasi politik sastranya sebetulnya ke arah mana.!kekekeke
.
message 82: by Nastiti: justru itu pointnya ya? kalok pembicara yang dibayar sama penerbit aja udah nggak bisa ngomong bagus tentang itu novel, apalagi dkj yang menangin ini novel ikut 'ngebantai' juga (nyesel kali yak :D) ya mungkin memang buruk aja kali novelnya. jangan pembicaranya dunk yang disalah-salahin atawa pake tuduhan yang sekarang lagi ngetrend: membawa-bawa politik sastra segala. memangnya karyanya sedahsyat itu ya sampek dipolitikkin segala.
.
message 83: by ton: Dalam sastra ada afiliasi politik juga toh? Wah, ngeri... Jangan2 neng Windry, Kang Yusi, dan konco-konconya satu partai. . message 84: by ton: Eh... Neng Nasti, ga ada karya macam apa pun yang lahir dari kedalaman hati dan jiwa manusia bernilai buruk, termasuk novel Lanang. Orang mesti berani membuka diri dengan segala kelemahan dan kelebihan sebuah karya. Manusia adalah karya agung Yang Maha Pencipta. Seburuk apa pun sosoknya, dia pasti punya kelebihan. Dan orang lain tidak boleh sekadar melihat kelemahannya semata. Lanang sudah lahir dalam bentuk karya. Sebagaimana manusia, ia punya sisi buruk dan baik. Dan dua-duanya mestinya ditampilkan secara menonjol. Di diskusi kemarin, Kang Yusi hanya menyebut ini tema baru dan segar tanpa ada upaya mengeksplor sedemikian rupa dan memberi daya tekan, seolah-olah kebaikannya sama sekali tak ada di luar tema segar itu. Ini kan naif. Cobalah kaji lebih dalam yang Kang Yusi sebut dalam contohnya sebagai "sains asal-asalan": "Barangkali babi itu tersesat sampai pucuk gunung, sedangkan jalan untuk kembali ke daratan sangat sulit. Ia bergaul dengan burung-burung rajawali dan burung-burung penyendiri di puncak gunung. Bergaul dan melakukan adaptasi pola hidup. Tumbuh sayap pada tubuhnya." Itu, menurutku, lontaran genuine dan brilian Om Yo terhadap munculnya para "intelektual tukang" era sekarang. Selebihnya, ...
.
message 85: by Mirna 20 hours, 12 min ago Oh aku adalah pembaca pemalas. Kemampuanku baca bertambah hanya sejengkal setengah dekade belakangan. Membaca diskusi online ini membuatku cukup tergugah, tapi belum sampai pada bangkit. Mungkin, malah, aku terintimidasi... hihihihih... Ayo Wind, kalau naskahmu menang DKJ, kubeli satu eksemplar dan kau harus beri tandatangan di lembarnya. Kembali ke topik asal, apa saja itu isinya Lanang? Ada sisi bagusnya? Perlu tidak aku yang miskin tak modal ini meminjamnya darimu? M --Tak pintar nulis hanya nista

No comments: